Amendemen UUD 1945 Bisa Kembalikan Indonesia ke Masa Orde Baru
Amendemen UUD (Undang-Undang Dasar) 1945 dinilai berpotensi mengubah seluruh tatanan kenegaraan dan membawa Indonesia kembali ke masa Orde Baru.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menyebut beberapa poin penting yang diincar melalui amendemen ini antara lain penambahan jabatan presiden menjadi tiga periode dan menaikkan derajat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara.
Saat ini MPR merupakan lembaga tinggi negara yang kedudukannya sejajar dengan lembaga tinggi lainnya seperti Presiden, Mahkamah Agung, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Kalau MPR menjadi lembaga tertinggi negara maka MPR yang berhak mengangkat Presiden. Ini persis seperti di era Orde Baru,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (8/9).
Feri menambahkan amendemen UUD 1945 saat ini tidak terlalu diperlukan. Amendemen hanya kepentingan sekelompok elite politik yang ingin membatasi keterlibatan publik. Terkait dengan rencana dihidupkannya kembali Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN), Feri merasa hal tersebut tidak diperlukan.
Ia beralasan Indonesia sudah memiliki Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. “Tanpa PPHN toh selama ini pembangunan juga sudah berjalan,” ujarnya.
Kendati demikian, Feri juga menilai peluang untuk mengamendemen UUD 1945 saat ini sangat kecil. Kondisi dan momentum dianggap tidak terlalu mendukung meskipun partai koalisi kini sudah menguasai suara mayoritas di parlemen. Dalam Pasal 37 UUD 1945 disebutkan amendemen harus disertai dengan kajian pasal-pasal apa yang akan diubah.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Syarief Hasan menegaskan pihaknya masih melakukan kajian terhadap rencana amendemen UUD 1945, termasuk dalam hal PPHN. MPR akan mempertimbangkan dengan matang sebelum mengambil keputusan. Di sisi lain, ia menekankan penetapan PPHN akan sangat bermanfaat bagi bangsa.
"MPR masih akan terus melakukan kajian secara mendalam karena banyak aspek yang harus dipertimbangkan," kata Syarief dalam keterangannya, Senin (6/9).
Presiden Joko Widodo sendiri sudah menolak rencana Presiden tiga periode sejak Maret silam. “Saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi Presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode, itu yang harus kita jaga bersama. Janganlah membuat gaduh baru, kita sekarang fokus pada penanganan pandemi," ujar Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Fadjroel Rachman, mengulangi pernyataan Jokowi kala itu.
Kendati demikian, isu amendemen UUD 1945 masih menjadi bola panas dalam beberapa bulan terakhir. Survei Fixpoll Indonesia pada Juli 2021 menunjukkan sebanyak 17.6% responden menyatakan tidak setuju UUD 1945 diamandemen. Sebanyak 42,8% di antaranya mengaku tidak tahu, dan hanya 7,6% yang menyatakan setuju.