- Nasdem sudah memanaskan mesin politiknya dengan mengusung tiga nama bakal capres, termasuk Ganjar Pranowo yang merupakan kader PDIP
- PKB melakukan manuver dengan menggandeng Gerindra setelah sebelumnya menjalin kerja sama dengan PKS
- Partai politik disarankan tidak perlu terburu-buru mengusung capres sebab hingga saat ini belum ada satu sosok yang dominan dalam survei elektabilitas.
Suasana di rapat kerja nasional (Rakernas) PDIP pada Selasa (21/6) itu mendadak riuh saat Ganjar Pranowo bertatap muka dengan Bambang Wuryanto. Bukan lagi rahasia jika hubungan kedua kader partai berlogo banteng itu tidak terlalu harmonis.
Bambang yang juga Ketua Bappilu itu beberapa kali melontarkan kritik terbuka terhadap manuver politik Ganjar. Bambang juga yang mempopulerkan istilah ‘celeng’ untuk menyebut kader partai yang sudah jauh-jauh hari menggelar deklarasi dukungan terhadap Ganjar sebagai calon presiden 2024.
Ketika Bambang dan Ganjar bertemu sesaat sebelum Rakernas PDIP resmi dimulai, keduanya memberikan sinyal damai. Ganjar dan Bambang saling menyapa yang dilanjutkan dengan salam komando di hadapan kader partai lainnya. Gestur ini sontak memancing keriuhan. Sejumlah kader lainnya terlihat berdiri.
“Merdeka, merdeka,” teriak sejumlah kader saat menyaksikan momen langka itu.
Rakernas PDIP yang akan digelar mulai Selasa (21/6) hingga Kamis (23/6) itu menjadi salah satu momen penting dalam konstelasi politik menjelang Pemilu 2024. Sebagai satu-satunya partai yang memenuhi syarat presidential tresshold, manuver politik PDIP akan menentukan persaingan bursa calon presiden yang sudah mulai memanas.
Manuver dan safari politik memang kian jamak terlihat dalam beberapa waktu terakhir. Sejumlah partai politik mulai memanaskan mesin politiknya dengan membangun aliansi strategis atau bahkan terang-terangan mengusung capres tertentu.
Partai Nasional Demokrat (Nasdem) sebagai contoh, sudah menetapkan tiga tokoh yang akan diusung sebagai bakal calon presiden. Kemunculan nama Anies Baswedan bukan lagi kejutan sebab Gubernur DKI Jakarta itu dikenal dekat dengan para petinggi Nasdem. Menariknya, Nasdem juga mengusung Panglima TNI Andika Perkasa dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Ganjar Pranowo menjadi bola panas di tengah persaingan menuju Pemilu 2024. Ia merajai sejumlah survei elektabilitas, bahkah mengungguli Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Namun di sisi lain, sebagai kader PDIP, posisi tawar Ganjar masih kalah dibandingkan dengan Ketua DPR Puan Maharani.
Dalam konteks inilah Rakernas PDIP menjadi momen penting masa depan Ganjar. Sekjend PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan agenda utama Rakernas kali ini adalah untuk menyiapkan strategi pemenangan Pemilu 2024 sekaligus mengawal kebijakan Presiden Joko Widodo. Namun, tidak menutup kemungkinan Rakernas kali ini juga akan menghasilkan nama-nama bakal calon presiden.
“Nanti akan kita lihat [soal nama-nama capres],” kata Hasto, Selasa (21/6)
Kendati demikian, Hasto enggan membeberkan nama-nama capres dari PDIP. Menurutnya, keputusan soal nama-nama capres ada di tangan Ketua Umum Megawati Soekarno Putri.
Dalam pidatonya saat membuka Rakernas, Megawati memberikan pesan tegas agar kader PDIP tidak melakukan manuver politik. Ini terkait dengan penentuan sosok capres maupun soal koalisi.
"Kalian, siapa yang berbuat manuver, keluar!" ucap Megawati dengan suara tinggi.
Megawati menegaskan PDIP tidak menginginkan kader yang suka bermain politik dengan mengedepankan oportunisme. "Tidak ada di dalam PDIP yang namanya main dua kaki, main tiga kaki, melakukan manuver." ujarnya.
Megawati pun meminta semua kader untuk bersabar menunggu keputusannya dalam menentukan siapa sosok yang akan menjadi capres atau cawapres dalam Pemilu 2024 nanti, termasuk juga partai koalisi yang akan digandeng PDIP.
Sebagai ketua umum, Megawati mengingatkan seluruh kader bahwa dia memiliki hak prerogatif untuk menentukan pilihan. Megawati juga mengingatkan seluruh kader agar tidak berkomunikasi mendahuluinya terkait urusan koalisi.
Manuver PKB
Satu hari setelah Nasdem mengumumkan tiga calon presiden yang diusungnya, sejumlah partai lain bergerak cepat melakukan safari politik. Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto menyambangi markas Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) pada Minggu (19/6) untuk menemui Ketua Umum Muhaimin Iskandar.
Pertemuan itu berakhir manis. Muhaimin menjabat erat Prabowo Subianto di akhir pertemuan, menandai babak baru koalisi antara kedua partai tersebut.
“PKB dan Gerindra sepakat membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dengan pasangan Mas Bowo - Gus Muhaimin,” kata Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid.
Manuver PKB ini menarik dicermati sebab sebelum bergandengan dengan Gerindra, PKB sebetulnya sudah lebih dulu berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera. Padahal, di sisi lain belum tentu PKS sendiri belum menentukan sikap apakah akan kembali bergabung di poros Gerindra.
Kendati demikian, PKB berharap partai politik lain, terutama PKS dan Demokrat untuk bergabung dengan koalisi yang sudah dibentuk. “Kami juga membuka dan mengajak partai lainnya untuk bergabung bersama-sama membangun koalisi yang kuat, baik PKS, Demokrat dan lainnya,” kata Jazilul.
Ajakan berkoalisi bukan cuma datang dari PKB saja. Wakil Ketua Umum Majelis Syura PKS, Mohamad Sohibul Iman menyebut pihaknya juga menjajaki koalisi dengan Nasdem untuk mengusung Anies Baswedan.
“Ini adalah proses komunikasi politik, semacam check sound menyamakan persepsi dan frekuensi,” kata Iman, Senin (20/6).
Koalisi dengan PKB rasanya memang lebih realistis bagi PKS. Pasalnya, dalam Rapimnas PKS yang digelar pada Senin (20/6), survei internal menyebut mayoritas kader partai mendukung Anies Baswedan. Kendati demikian, nama lain seperti Prabowo Subianto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, hingga Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga muncul dalam hasil survei.
Tidak Perlu Buru-Buru
Menanggapi dinamika kontestasi politik terkini, Direktur Indikator Politik Burhanudin Muhtadi menyebut menerka perilaku di tingkat elit lebih sulit ketimbang perilaku massa. Pasalnya, koalisi partai saat ini tidak bersifat ideologis, permanen, dan berpotensi berpindah-pindah.
“Masuknya Gerindra dan PAN ke kabinet telah mengubah peta politik,” ujarnya, dalam acara Rapimnas PKS, Senin (20/6).
Kendati demikian, Burhanudin menyebut partai politik seharusnya tidak perlu terburu-buru dalam menentukan calon presiden jagoannya. Pasalnya, situasi saat ini berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
“Saat ini tidak ada calon petahana dan belum muncul sosok yang dominan,” kata Burhanudin.
Burhanudin mencontohkan, Ganjar Pranowo saat ini memang unggul dalam beberapa survei elektabilitas. Namun, ia hanya unggul tipis dengan pesaing terdekatnya yakni Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.
“Tiga nama teratas ini tidak ada yang dapat nilai 35%,” kata Burhanudin.
Dalam perspektif Burhanudin, ada beberapa skenario dalam membaca peta bursa capres saat ini. Pertama, Megawati harus menghadapi dilema apakah akan mengusung Ganjar atau memilih Puan Maharani sebagai calon dari PDIP. Jika akhirnya PDIP memilih Puan, Ganjar bisa saja menyeberang ke partai lain.
“Kemungkinan diusung Gokar, entah sebagai capres atau cawapres,” katanya.
Skenario lainnya, PDIP bisa saja berkoalisi dengan Gerindra untuk mengusung pasangan Prabowo dan Puan. Namun, menurut Burhanudin, dalam skenario ini previlese presidential threshold yang dimiliki PDIP justru akan dinikmati oleh Gerindra.
Skenario lainnya, Puan bisa saja tetap didorong menjadi capres dengan Jenderal Andika Perkasa sebagai calon wakil presiden. “Atau bisa juga dengan Gus Yahya [Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf],” katanya.
Gerindra juga punya dilema sendiri meskipun sudah menggandeng Muhaimin Iskandar. Sebab menurut Burhanudin, Prabowo sebetulnya punya kencederungan untuk memilih Khofifah Indar Parawangsa, ketimbang Cak Imin.
“Sementara Anies, kalau berjodoh dengan Nasdem, bisa saja diusung sebagai capres meskipun harus tetap menggandeng partai lain. Bisa PKS atau Demokrat,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin memprediksi Megawati akan lebih memilih Puan Maharani sebagai capres dari PDIP. Sementara Ganjar, masih harus meningkatkan elektabilitas terlebih dahulu agar PDIP mau berpaling memilih dirinya.
“Kecuali nanti ada kejadian luar biasa yang membuat PDIP harus mendukung capres lainnya,” katanya kepada Katadata.
Kendati demikian, menurut Ujang semua nama-nama yang mulai bermunculan saat ini punya kans yang sama besar untuk bisa menjadi capres dan cawapres. Adapun kuncinya adalah menaikkan elektabilitas agar memiliki daya tawar yang tinggi.
“Masih ada banyak waktu bagi parpol dan sosok capres-cawapres untuk bermanuver,” katanya.