• Harga batu bara di tingkat internasional menembus US$ 400 per ton, sangat jauh dibandingkan harga di pasar lokal yang hanya US$ 70 untuk PLN dan US$ 90 untuk industri.
  • Denda bagi perusahaan yang tak punya kontrak dengan PLN terlalu kecil, hanya US$ 18 per ton. Penambang lebih memilih membayar denda ketimbang menjual ke pasar dalam negeri.
  • Badan Layanan Umum batu bara yang diharapkan menjadi solusi justru belum terbentuk hingga saat ini.

Widodo Santoso merasa kelimpungan beberapa bulan terakhir. Kenaikan harga batu bara yang terus meroket membuat sejumlah pelaku usaha kelabakan, termasuk para pebisnis semen. 

Widodo kini memegang jabatan strategis sebagai Ketua Asosiasi Semen Indonesia (ASI) yang menaungi 14 produsen utama semen di Indonesia. Widodo bercerita, industri semen setidaknya butuh 8-10 juta ton agar bisa beroperasi maksimal. Namun dengan disparitas tinggi harga batu bara domestik dan internasional, para produsen emas hitam enggan menjual produknya ke perusahaan semen.

Advertisement

Sebagai gambaran, produsen batu bara diwajibkan menjual batu bara dengan harga US$ 70 per ton untuk menyuplai pembangkit PLN dan US$ 90 untuk industri. Padahal, saat ini harga batu bara dNewcastle pada Selasa (16/8) misalnya, sudah tembus US$ 407,5 per ton.

“Ada produsen yang menjual batu bara di atas harga DMO. Ini kami laporkan ke Dirjen Minerba,” katanya pekan lalu.

Widodo menyebut dua bulan silam, Kementerian ESDM memberikan jatah 2,5 juta ton batu bara kepada 14 industri semen. Padahal, idealnya industri semen butuh paling tidak 8-10 juta ton agar bisa beroperasi maksimal. “Ini [2,5 juta ton] tiga bulan juga habis,” kata Widodo.

Industri semen dan pupuk sebetulnya salah satu industri yang harus menjadi prioritas para penambang batu bara. Tahun ini, penambang wajib menyerahkan 167 juta ton kepada PT Perusahaan Listrik Negara dan 35 juta ton untuk sektor industri, termasuk semen dan pupuk. Sementara kebutuhan batu bara untuk industri semen tahun ini 16 juta ton, hanya 4% dari rencana ekspor batu bara 450 juta ton.

HARGA BATU BARA ACUAN BULAN JUNI NAIK
HARGA BATU BARA ACUAN BULAN JUNI NAIK (ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.) 

Persoalan Lawas Pasokan Batu Bara

Seretnya pasokan batu bara ini sebetulnya bukan persoalan baru. Awal tahun lalu, pemerintah sampai harus menutup keran ekspor untuk memastikan PLTU batu bara tetap menyala. Kementerian ESDM pun memberlakukan kewajiban domestik market obligation (DMO). Setiap penambang, wajib menyetor 25% dari produknya kepada pasar lokal. 

Realitanya tidak semudah itu. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahkan menyebut ada 71 perusahaan dari total 123 perusahaan yang tidak memenuhi kuota DMO. Bahkan hingga Juli, baru 52 perusahaan yang menyetor DMO dengan total 8 juta ton. 

Arifin menjabarkan, sebanyak 5 perusahaan terkendala cuaca ekstrem, 12 perusahaan memproduksi batu bara dengan spesifikasi yang tidak cocok dengan kebutuhan PLN,  2 perusahan tambang belum beroperasi, dan 4 perusahaan mengklaim kesulitan mendapatkan sewa dan moda angkutan batu bara. “Ada 48 perusahaan yang tidak melaporkan,” kata Arifin, pekan lalu. 

Arifin menyebut, pemerintah akan memblokir fitur ekspor terhadap perusahaan yang alpa melakukan penugasan tanpa keterangan. Namun, ini saja tidak cukup. Sebab, sejumlah pelaku usaha justru memilih membayar denda agar bisa ekspor. Selisih harga di tingkat internasional dan lokal yang terlalu tinggi lagi-lagi menjadi penyebabnya.  

Saking geramnya, Menteri Arifin bahkan mengancam akan kembali menyetop keran ekspor, jika penambang tidak bisa memenuhi kebutuhan domestik. “Kewajiban ya kewajiban dulu,” katanya.

Pelarangan ekspor batu bara memang bukan pertama kali dilakukan pemerintah. Pada 31 Desember 2021 lalu, Kementerian ESDM melarang ekspor secara mendadak. Kapal-kapal pengangkut batu bara yang sudah siap berlayar bahkan terpaksa putar balik. Kedutaan Besar Jepang sampai harus mengirim surat khusus kepada Pemerintah RI agar melonggarkan kebijakan pelarangan eskpor.

Stok batu bara untuk pasar domestik perlahan membaik sejak awal tahun. Pemerintah pun akhirnya membuka kembali keran ekspor setelah memastikan stok batu bara lokal terpenuhi. Namun, ini rupanya hanya bertahan beberapa bulan saja. Sejak akhir Juli lalu, PLN mulai mengadu kepada Kementerian ESDM karena keterbatasan stok. 

Wakil Presiden Eksekutif Batu Bara PLN Sapto Aji Nugroho menyebut harga jual ekspor batu bara memang jauh lebih menarik bagi para penambang. Dalam satu pengiriman kapal bermuatan 70.000 ton saja, penambang bisa mengantongi selisih Rp 190 miliar ketimbang mengirimkannya ke PLN. 

“Ini yang membuat kami sulit mendapatkan pasokan,” kata Sapto.

PLN sebetulnya sudah punya mekanisme denda bagi perusahaan yang alpa menyetor pasokan. Nilainya berupa selisih antara harga domestik dan harga ekspor. Namun, ini hanya berlaku bagi perusahaan berkontrak dengan PLN. Bagi yang tidak punya kontrak, dendanya cuma US$ 18 per ton. 

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement