Mengenal Bahasa, Rumah Adat, dan Tradisi Suku Tengger

Dwi Latifatul Fajri
25 Oktober 2021, 12:36
Suku Tengger
ANTARA FOTO/Zabur Karuru/hp.

Suku Tengger berasal dari Gunung Bromo, Jawa Timur. Sebagian dari mereka menempati wilayah Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo, dan Malang. Bahasa suku Tengger termasuk rumpun bahasa Jawa.

Umumnya suku Tengger beragama Hindu. Suku Tengger memiliki budaya dan adat istiadat yang sudah dilakukan secara turun temurun. Suku ini memiliki upacara Yadnya Kasada atau Kasodo yang dilakukan di bawah kaki gunung Bromo.

Mengenal Suku Tengger

Suku Tengger memiliki beragam budaya dan adat istiadat yang diturunkan dari beberapa generasi. Mengutip buku "Keajaiban Bromo, Tengger, Semeru" yang ditulis Jati Batoro, berikut fakta-fakta tentang Suku Tengger.

1. Rumah Adat Suku Tengger

Suku Tengger memiliki rumah adat yang dibangun di sekitar lereng gunung Bromo, dusun Cemoro Lawang desa Ngadisari kecamatan Sukapura. Mengutip dari probolinggokab.go.id, rumah adat suku Tengger sebagian besar konstruksinya terbuat dari kayu.

Rumah ini disesuaikan dengan alam sekitar, sehingga menjadi hunian yang nyaman untuk ditinggali. Rumah adat suku Tengger tidak bertingkat seperti rumah panggung. Bagian ujung atap memanjang tinggi sementara bagian sampingnya rendah. Rumah ini hanya memiliki dua jendela.

2. Bahasa Suku Tengger

Masyarakat Tengger memakai bahasa Jawa-Tengger untuk berkomunikasi. Bahasa Tengger dibagi menjadi menjadi dua tingkatan yaitu bahasa ngoko dan kromo. Bahasa kromo dipakai untuk orang yang lebih tua, sementara ngoko dipakai untuk umur sebaya.

Suku ini masih mempertahankan bahasa Kawi. Contohnya reang yang artinya aku, eyang untuk laki-laki, dan pemakaian kata ingsun untuk aku perempuan. Beberapa desa memiliki perbedaan logat, misalnya akhiran A bukan seperti bahasa Jawa yang berakhiran O.

Bahasa Sansekerta biasanya dipakai oleh Dukun Tengger dan pembantu Dukun. Pemakaian bahasa tersebut untuk berdoa ketika upacara adat Tengger.

3. Agama Suku Tengger

Awalnya suku Tengger menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Lalu perkembangan agama Hindu dan Budha mewarnai masyaratak ketika zaman kerajaan Majapahit. Kepercayaan ini kemudian diwariskan oleh nenek moyang mereka hingga kini. Meski demikian, agama baru ini tetap mempertahankan adat istiadat yang ada.

Berdasarkan Tetua Adat dan agama di Indonesia, agama Suku Tengger dibagi menjadi 5 yaitu Hindu, Budha, Islam, Kristen, dan Katolik. Sementara itu adat kepercayaan masih dipengaruhi oleh animisme dan legenda tentang Gunung Bromo dan Semeru. Kedua gunung tersebut dianggap tempat suci dan keramat yang diwariskan secara turun temurun.

Adat budaya yang diwariskan leluhur mengajarkan budi pekerti dan ikatan persaudaraan. Masyarakat Tengger menganut filsafat hidup atau Kawruh Budha yang menjelaskan tentang pengetahuan watak.

Ada serangkaian upacara yang dilakukan suku Tengger berkaitan dengan agama Hindu seperti Galungan, Nyepi, Saraswati, Pagar Wesi. Istilah Dukun Tengger adalah Dukun Pandhita, seseorang yang sangat dihormati dalam pemimpin upcara adat pemeluk agama Hindu dan Budha.

Tempat ibadat agama Hindu tertua di Jawa yaitu Pura Agung Mandala Giri di Senduro Lumajang. Ada juga Pura Poten bercorak Jawa Tengger yang berada di lautan pasir gunung Bromo. Tempat ibadah agama Budha ada Wihara Paramitha Budha yang berada di desa Ngadas.

4. Tradisi Suku Tengger

Adat istiadat budaya Tengger merupakan adaptasi turun temurun. Ada penanggalan Tengger yang digunakan untuk hari, bulan, dan tahun. Sistem penanggalan ini dipakai untuk tanda-tanada kejadian alam, pertanian, peternakan, dan bidang budaya.

Berikut penjelasan mengenai penanggalan suku Tengger:

  • Bulan pertama disebut Kasa.
  • Bulan kedua kedua disebut Karo.
  • Bulan ketiga disebut Katiga.
  • Bulan keempat dinamakan Kapat.
  • Bulan kelima disebut Kalima.
  • Bulan keenam adalah Kanem.
  • Bulan ketujuh adalah Kapitu.
  • Bulan delapan adalah Kawolu.
  • Bulan kesembilan adalah Kasanga.
  • Bulan 10 adalah Kasepuluh.
  • Bulan 11 adalah Dhesta.
  • bulan 12 disebut Kasada.

5. Upacara Adat Kasada

TRADISI YADNYA KASADA
TRADISI YADNYA KASADA (ANTARA FOTO/Zabur Karuru/foc.)

Upacara ini disebut hari raya YadNya Kasada yang dilakukan pada bulan ke-12 (Kasada) yang bertepatan dengan bulan purnama. Adat Kasada merupakan ucapan terimakasih kepada Sang Hyang Widhi bahwa masyarakat Tengger diberi kenikmatan, keselamatan, kesehatan, dan kebahagiaan, rejeki, dan kelimpahan hasil bumi.

Prosesi upacara dimulai dengan Medak Titro atau pengambilan air suci yang disimpan dalam gua Widodaren. Air ini dilengkapi dengan sesajen yang disebut Nglukat Umat. Adat Kasada dilakukan di balai desa Ngadisari. Ada berbagai acara seperti menjual produk lokal dan hasil bumi unggulan, sore hari ada pawai obor, dan pacuan kuda.

Tetua adat mempersiapkan ongkek yang terbuat dari jenis bambu jajan, bambu betung, atau kayu cemara. Ongkek ini dilengkapi dengan berbagai hasil panen yang dihasilkan tanah Tengger.

Pada sore menjelang malam hari ketika bulan purnama, ada pertunjukan seni drama tari yang menceritakan Joko Seger dan Roro Anteng diiringi gamelan. Malam harinya, masyarakat suku Tengger mempersiapkan ongkek bersama-sama melewati Cemoro Lawang menuju Pure Poten atau Pure Sakral.

Pura ini menjadi tempat berlangsungnya upacara adat Kasada yang berada di kaki gunung Bromo dan gunung Batok. Ongkek ini dipikul diterangi obor. Setelah memasuki Pura Poten diiringi gamelan lalu mulai upacara adat.

Halaman:
Editor: Safrezi
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...