Produksi Turun, Indonesia Harus Impor Teh Kualitas Rendah
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil teh yang cukup besar di dunia. Namun, berbagai kendala membuat produksi teh nasional saat ini terus mengalami penurunan. Ironisnya, meski masih bisa menjual teh ke luar negeri, Indonesia pun tercatat mengimpor teh dengan kualitas yang lebih buruk dari produksi dalam negeri.
Dosen Universitas Indonesia (UI) Riant Nugroho mengatakan, produksi teh nasional terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Alhasil, Indonesia harus melakukan impor teh yang akan digunakan demi menutupi kekurangan bahan baku industri teh nasional.
"Tetapi yang diimpor adalah teh dengan kualitas rendah dan harga murah," ujarnya dalam acara Forum Ekspor Tahun 2016 bertema 'Peran Komoditi Teh Indonesia di Era Persaingan Global', di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (21/11). (Baca: Lahan Perkebunan Terbatas, Ekspor Teh Indonesia Terus Menurun)
Menurutnya ada beberapa faktor yang membuat produksi teh nasional terus menurun, diantaranya banyak tanaman yang sudah tua, sehingga produktivitasnya rendah. Petani yang lebih senang menanam tanaman baru yang lebih menghasilkan ketimbang melakukan peremajaan. Dia mencontohkan petani di Jawa Timur yang mengalihkan fungsi lahan teh menjadi tanaman hortikultura.
Faktor lainnya adalah biaya produksi yang tinggi, sehingga harga jual teh lokal lebih mahal dibandingkan negara produsen teh lainnya. Hal ini membuat produksi teh dalam negeri sulit bersaing. Makanya banyak teh impor yang masuk ke Indonesia.
Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia Dede Kusdiman mengatakan selain produksi yang menurun, ada beberapa faktor lain yang menyebabkan impor teh terus meningkat. Pertama, harga jual produk teh negara-negara lain lebih murah. Selisihnya bisa 50-60 persen dari harga jual teh di Indonesia. Kedua, tidak adanya bea masuk untuk produk tersebut.
Ketiga, pemerintah juga tidak menerapkan uji pestisida dan besaran kandungan pestisida pada produk teh yang diimpor. Padahal, the yang diekspor dari Indonesia harus melewati tahap dan ketentuan yang cukup menyulitkan, seperti uji pestisida, uji residu, dan standar ISO.
Lemahnya pengawasan dan regulasi yang mengatur impor teh ini menimbulkan kekhawatiran para pelaku usaha di Indonesia. Teh impor yang murah dan kualitasnya rendah bisa disalahgunakan dengan cara mencampurnya dengan produk teh Indonesia, kemudian di ekspor kembali. Cara ini dilakukan untuk menekan biaya produksi.
(Baca: Mengintip Perkebunan Teh Walini)
"Kalau sekarang ada di produk itu waktu diekspor ke Eropa dan ditemukan residu pestisida, mereka taunya itu produk Indonesia. Padahal itu produk campuran. Itu merugikan nama kita," ujar Dede. Makanya, dia mengusulkan agar pemerintah segera aturan untuk memperketat masuknya teh impor, harus diuji kandungan pestisidanya.
Asosiasi Teh Indonesia, Indonesia mencatat pada 2014 lonjakan impor teh terjadi dengan volume 24 ribu ton. Namun, angkanya turun pada tahun lalu menjadi sekitar 15 ribu ton. Padahal 10 tahun lalu realisasi impornya hanya 3 ribu ton. "Untuk tahun 2016 relatif sama dengan tahun lalu, sekitar 15-16 ribu ton," ujar Dede.