Dua Bahan Bakar Meroketnya Harga Saham Bank-bank Kecil di Bursa
Fenomena meroketnya harga saham bank-bank kecil dalam beberapa waktu terakhir mengundang tanda tanya. Setidaknya, selama Februari ini, saham sejumlah bank kecil nyaman berada di zona hijau dengan kenaikan harga yang variatif.
Berdasarkan data RTI Infokom yang diolah Katadata.co.id, saham yang harganya naik paling signifikan sejak awal bulan ini adalah PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA). Setidaknya hingga perdagangan 24 Februari 2021 pukul 10.22 WIB, secara kumulatif saham ini sudah naik 224,64% menjadi Rp 1.370 per saham.
Kenaikan signifikan ini sejalan dengan informasi yang diperoleh Katadata.co.id, Bank Bumi Arta menjadi target akuisisi Sea Group. Induk usaha e-commerce Shopee ini ingin mengembangkan bank digital sehingga gencar mengakuisisi bank-bank kecil di Indonesia.
Perusahaan digital berbasis di Singapura tersebut dikabarkan tidak hanya mengincar satu bank. Selain telah memiliki PT Bank Kesejahteraan Ekonomi (BKE), Sea Group dikabarkan juga tengah mengincar PT Bank Capital Indonesia Tbk (BACA).
Nah, saham Bank Capital di Bursa Efek Indonesia juga mengalami kenaikan signifikan seiring kabar tersebut. Sejak awal Februari 2021, saham Bank Capital telah mengalami kenaikan harga 67,55% menjadi Rp 620 per saham pada 24 Februari 2021.
Saham bank kecil yang juga mengalami kenaikan signifikan sejak awal bulan ini adalah PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) yang mencapai 143,87% menjadi Rp 795 per saham. Saham PT Bank Ganesha Tbk (BGTG) juga mengalami kenaikan hingga 81,16% menjadi Rp 125 per saham.
Ada pula harga saham PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) yang sejak awal bulan ini telah mengalami kenaikan hingga 57,04% menjadi Rp 675 per saham. Kenaikan ini sejalan dengan rencana perusahaan milik pebisnis Chairul Tanjung, PT Mega Corpora, membeli 3,08 miliar saham (73,71%) saham bank tersebut.
Head of Research Equity Technical Analyst Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi Taulat menyampaikan kenaikan harga saham bak kecil ini seiring dengan rencana peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pengelompokan bank. Rencananya, OJK mengubah pengelompokan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) menjadi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).
Perubahan pengelompokan ini, seakan menaikan satu tingkat standar pengelompokan. Pasalnya, KBMI 1 dihuni bank yang memiliki modal inti di bawah Rp 6 triliun. Dibandingkan dengan pengelompokan sebelumnya, BUKU 1 diisi oleh bank dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun.
Selanjutnya, KBMI 2 merupakan kelompok bank bermodal inti antara 6 triliun - Rp 14 triliun. Sedangkan pada klasifikasi BUKU 2, bank yang masuk kelompok ini memiliki modal inti antara Rp 1 triliun - Rp 5 triliun.
Bank yang masuk dalam KBMI 3 merupakan bank yang memiliki modal inti antara Rp 14 triliun - Rp 70 triliun. Sebelumnya, bank yang masuk dalam kelompok BUKU 3 punya modal inti antara Rp 5 triliun - 30 triliun.
Terakhir, bank penghuni kelompok KBMI 4 memiliki modal inti di atas Rp 70 triliun. Sedangkan sebelumnya, bank yang masuk dalam kategori BUKU 4, bermodal inti di hanya di atas Rp 30 triliun.
Selain itu, OJK menargetkan agar modal inti perbankan Tanah Air ditingkatkan hingga minimal Rp 3 triliun secara bertahap hingga 2022 mendatang. Hingga akhir tahun ini, OJK mendorong perbankan memiliki modal inti minimal Rp 2 triliun.
"Bank-bank yang memiliki modal inti di bawah Rp 3 triliun akan mencari partner agar memenuhi aturan POJK tersebut. Hal ini yang saat ini banyak terjadi dan memberikan dampak positif pada kinerja harga saham bank tersebut," kata Lanjar kepada Katadata.co.id, Rabu (24/2).
Meski harga saham bank kecil naik dan mendapat sentimen positif, bukan berarti melakukan investasi di saham bank kecil tidak berisiko. Banyak bank kecil yang masuk kategori KBMI 1, memiliki tingkat kredit seret atau non-performing loan (NPL) yang tinggi. "Rasio NPL tersebut yang membuat tingginya risiko," kata Lanjar.
Selain NPL, investor juga bisa melihat likuiditas sebagai pertimbangan risiko dengan berkaca pada indikator modal dasar dan aset bank tersebut. Jika likuiditas lebih kecil, tentu akan menjadi salah satu faktor risikonya.
Untuk itu, Lanjar menilai saham-saham bank kecil ini lebih cocok untuk di-trading-kan saja memanfaatkan momentum saat ini. Sedangkan untuk melakukan investasi, Lanjar lebih merekomendasikan saham-saham bank besar yang masuk dalam KBMI 4.
"Prospektifnya bank bisa dinilai dari nilai buku (price to book value) bank tersebut dan rasio NPL yang tidak boleh lebih dari 5%," kata Lanjar membagikan tips terkait trading saham bank keci
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai kenaikan harga saham bank-bank kecil ini seiring dengan kebijakan OJK dalam transformasi digital industri perbankan. Tren digitalisasi ini membuat bank harus memiliki modal yang besar sebagai salah satu syarat dari OJK.
"Kenaikan saham bank kecil seiringan dengan kebijakan OJK yang dilakukan guna mendukung ekosistem perbankan yang harus beradaptasi dengan tren digitalisasi yang tentunya memerlukan permodalan yang lebih besar," kata Okie kepada Katadata.co.id, Rabu (24/2).
OJK tengah menggodok ketentuan pendirian bank digital di Indonesia yang targetnya dapat dirilis sebelum pertengahan 2021. Bocoran aturan ini salah satunya terkait dengan batasan modal minimum berdasarkan jenisnya.
Jenis pertama, bank yang memang sejak awal didirikan sebagai bank digital, persyaratan minimal modal Rp 10 triliun. Bank jenis lainnya yaitu bank yang sudah ada tapi melakukan transformasi digital, minimal modalnya Rp 3 triliun. Sedangkan bank digital yang berada di bawah kelompok bank lain, minimal modalnya Rp 1 triliun.
Meski saham bank-bank kecil tengah melambung, Okie tidak merekomendasikan investor untuk membeli saham tersebut. Dia lebih merekomendasikan saham dengan modal inti yang besar.
Selain itu, saham bank kecil memiliki risiko tersendiri untuk pelaku pasar, yaitu masalah likuiditas dan fluktuasi harga sahamnya. Pasalnya, saham-saham ini mengalami kenaikan yang sangat signifikan sehingga berisiko untuk turun signifikan juga.