UU Keamanan Nasional Buatan Tiongkok Ancam Perekonomian Hong Kong

Sorta Tobing
2 Juli 2020, 16:01
Tyrone Siu Seorang polisi mengangkat senjata semprotan merica saat ia menahan seorang pria saat demonstrasi atas undang-undang keamanan nasional dalam peringati penyerahan Hong Kong ke China dari Britain di Hong Kong, China, Rabu (1/7/2020).
ANTARA FOTO/REUTERS/Tyrone Siu/nz/cf
Seorang polisi mengangkat senjata semprotan merica saat ia menahan seorang pria saat demonstrasi atas undang-undang keamanan nasional dalam peringati penyerahan Hong Kong ke Tiongkok dari Inggris di Hong Kong, Rabu (1/7/2020).

Kepolisian Hong Kong kemarin, Rabu (1/7), menangkap satu orang demonstran yang membawa bendera dan menyerukan kemerdekaan. Langkah penahanan ini merupakan yang pertama kali dilakukan aparat keamanan di bawah undang-undang keamanan nasional baru buatan Tiongkok.

Melalui akun Twitter-nya, kepolisian menunjukkan gambar bendera bertuliskan free Hong Kong berkibar di hadapan seorang laki-laki berbaju hitam. Kepolisian juga menembakkan meriam air untuk membubarkan ribuan massa yang melakukan aksi protes. Para demonstran turun ke jalan untuk memperingati penyerahan kembali Hong Kong dari Inggris kepada Tiongkok 23 tahun lalu.

Kepolisian berpendapat aksi unjuk rasa ini tidak berizin dan melanggar aturan pembatasan berkumpul di tengah pandemi Covid-19. Namun, demonstran tetap melakukan aksi itu sebagai respon atas pemberlakuan undang-undang keamanan nasional tersebut.

Massa aksi memenuhi jalanan dengan meneriakkan slogan "melawan sampai akhir" serta "kemerdekaan untuk Hong Kong". "Saya sangat takut dipenjara, namun demi keadilan, saya harus turun ke jalan hari ini. Saya harus melawan," kata seorang demonstran berusia 35 tahun yang menyebut dirinya sebagai Seth, mengutip dari Reuters.

(Baca: UU Keamanan Hong Kong Diteken Tiongkok, Rupiah Anjlok ke Rp 14.322)

Polisi kemudian menyatakan sebanyak 30 orang demonstran ditangkap. Pemerintah pusat menyebut Hong Kong sebagai bagian tidak terpisahkan dari Tiongkok. Karena itu, seruan untuk merdeka menjadi hal yang dikecam oleh Partai Komunis--partai berkuasa di negara tersebut.

Pemerintah Inggris menyebut pemberlakuan undang-undang keamanan baru merupakan pelanggaran serius terhadap Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris atas Hong Kong. "Kami telah mengkaji isi dari regulasi keamanan nasional ini dengan sangat hati-hati. (Regulasi) itu merupakan pelanggaran yang jelas terhadap otonomi Hong Kong," kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab.

Otonomi Hong Kong seharusnya dijamin di bawah aturan “satu negara, dua sistem”. Kesepakatan itu tercantum dalam Deklarasi Bersama Tiongkok-Inggris pada 1984. Kedua pemimpin negara, Perdana Menteri Tiongkok Zhao Ziyang dan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher, yang menandatanganinya.

(Baca: Harga Saham Tencent Lampaui Alibaba, Kekayaan Jack Ma Digeser Bos PUBG)

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada Mei menjadi pemimpin pertama di dunia yang menjanjikan langkah-langkah untuk membantu orang-orang Hong Kong yang melarikan diri akibat pengetatan kendali oleh China. Sekitar 200 warga Hong Kong telah melarikan diri ke Taiwan sejak demonstrasi prodemokrasi dimulai pada tahun lalu.

Kepala Dewan Urusan Pembuatan Kebijakan Taiwan untuk Tiongkok Daratan, Chen Ming-tong, mengatakan Beijing berusaha menargetkan orang-orang di negara lain dengan hukum. "(Undang-undang) ini tidak hanya menargetkan penduduk di Hong Kong. Ini juga merupakan perintah yang dikeluarkan oleh Kekaisaran Langit (Tiongkok) untuk orang-orang di seluruh dunia," katanya.

Di tengah kebebasan dan demokrasi yang terancam, lantas bagaimana dampak undang-undang itu ke perekonomian Hong Kong?

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...