Tiongkok Turunkan Impor, Harga Batu Bara Makin Terpuruk
Impor komoditas utama Tiongkok biasanya menguat pada Agustus setiap tahunnya. Namun, hal tersebut tak terjadi untuk produk batu bara.
Angka impor komoditas tambang itu turun ke level terendah dalam delapan bulan terakhir di 20,66 juta atau turun 20,8% dibandingkan Juli 2020. Nilainya juga 33% lebih rendah dibandingkan Agustus tahun lalu, melansir dari Reuters, Selasa (8/9).
Dengan catatan tersebut, pertumbuhan impor batu bara Tiongkok dalam delapan bulan pertama tahun ini hanya naik 0,2% dibandingkan periode yang sama 2019. Angka ini kontras dengan kenaikan impor minyak mentah sebesar 12,1%, bijih besi 11,8%, dan tembaga 34%.
Para analis berpendapat langkah tersebut diambil Beijing guna menjaga harga batu bara domestiknya. Selain itu, Tiongkok juga sedang memprioritaskan batu bara domestiknya, sambil menahan biaya tinggi untuk pembangkit listrik dan pelaku industri di sana.
Kondisi tersebut tentu menjadi berita buruk bagi eksportir utamanya, yaitu Indonesia dan Australia. Total impor batu bara telah merosot tajam tahun ini di tengah pandemi corona. Dalam delapan bulan pertama 2020, total impor batu bara Asia turun 7,1%.
Tiongkok merupakan negara pengimpor batu bara terbesar di Asia. Di posisi berikutnya adalah India. Kondisinya pun serupa. Dalam delapan bulan pertama 2020 nilai impornya turun 18,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya di 113,48 juta ton.
Di posisi ketiga, Jepang. Angka impor batu baranya dari Januari hingga Agustus sebesar 109,52 juta ton, turun sedikit dibandingkan periode yang sama tahun lalu di 109,46 juta ton. Lalu, impor batu bara di Korea Selatan anjlok 21% dibandingkan periode yang sama 2019.
Pelemahan permintaan ini tercermin pula dari harganya. Indeks mingguan Newcastle, yang menjadi patokan batu bara termal Australia berkualitas tinggi, turun menjadi US$ 46,37 per ton pada akhir pekan lalu. Angka ini merupakan yang terendah sejak November 2006.
Indeks batu bara Indonesia merosot menjadi US$ 22,64 per ton, terendah sejak Argus memulai penilaiannya pada 2008. Nilainya merosot 37,8% dari puncaknya sepanjang 2020 di US$ 36,67 pada pertengahan Februari.
Saat ini para eksportir masih harap-harap cemas apakah Tiongkok akan mengubah kebijakan tak resminya itu dan kembali mengimpor lebih banyak. Kemudian, apakah ekonomi India segera pulih sehingga permintaah batu bara ikut terdongkrak.
Harga Batu Bara Indonesia Turun Terus
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mematok harga batu bara acuan pada September 2020 di US$ 49,42 per ton. Nilainya turun dibandingkan bulan sebelumnya di US$ 50,34 per ton. Penurunannya telah terjadi selama enam bulan berturut-turut, seperti tampak dari grafik Databoks berikut ini.
“Covid-19 telah menyebabkan penurunan impor batu bara Tiongkok sebesar 20% dan permintaan dari India pun belum pulih pasca-lockdown,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi pada 1 September 2020.
Saat ini pemerintah sedang berusaha melakukan diversifikasi pasar. Targetnya adalah Vietnam yang potensi konsumsi batu bara masih berpeluang untuk tumbuh.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menyebut para produsen saat ini sedang dalam survival mode. Permintaan turun tapi pasokan berlebih. “Dari sisi suplai, produksi di Indonesia serta pemasok lain, seperti Rusia dan Australia, relatif berjalan normal,” ucapnya pada pekan lalu.