Laporan Perubahan Iklim PBB, Kode Merah untuk Masa Depan Bumi
Dunia sedang dalam keadaan mengkhawatirkan. Bahaya pemanasan global dan perubahan iklim semakin tidak terkendali. Laporan panel iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan, suhu bumi telah meningkat 1,1 derajat Celcius sejak abad ke-19 .
Apabila tidak ada penanganan signifikan, suhu bumi akan naik 1,5 derajat Celcius dalam 20 tahun. Pada laporan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang dirilis kemarin, para ilmuwan menyebut manusia adalah penyebab utama pemanasan global.
Upaya mengurangi emisi karbon dioksida atau gas rumah kaca juga dianggap tak mampu menghilangkan seluruh dampak pemanasan global. Akibat perubahan iklim sudah terjadi di seluruh penjuru dunia dalam beberapa waktu belakangan ini.
Contohnya, banjir bandang yang menerjang Jerman dan Tiongkok. Lalu, kebakaran hutan besar yang terjadi di Siberia, Turki, dan Yunani. Ada pula gelombang panas yang menewaskan ratusan orang di Amerika dan Kanada.
Laporan itu juga memperingatkan bencana selanjutnya dapat lebih buruk. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggambarkan laporan itu sebagai kode merah untuk kemanusiaan.
Dia berharap laporan ini bisa bisa menghentikan penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil sebelum menghancurkan bumi. “Bunyi lonceng alarm memekakkan telinga,” kata Guterres dalam sebuah pernyataan yang dikutip Reuters, Selasa (10/8).
Laporan itu mengatakan dunia telah gagal membendung penambahan karbon dioksida di atmosfer. Hal ini membuat suhu bumi naik 1,5 derajat Celcius. Angkanya akan terus meningkat di masa depan. Peningkatan suhu akan memperparah bencana alam, seperti kebakaran hutan, banjir, dan peningkatan permukaan air laut.
Respons Dunia Terkait Perubahan Iklim
Melihat laporan tersebut banyak pemimpin dunia turut menyampaikan komentar serta komitmennya dalam menghadapi perubahan iklim. Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada akun Twitter-nya menyatakan siap untuk melawan pemanasan global.
“Kami tidak sabar untuk mengatasi krisis iklim. Tanda-tandanya tidak salah lagi. Ilmu pengetahuan tidak dapat disangkal. Dan biaya kelambanan terus meningkat,” kicaunya kemarin.
Penasihat politik senior untuk iklim dan energi Greenpeace Kaisa Kosonen mengatakan, laporan tersebut sebagai bukti kuat untukmeminta industri bahan bakar fosil dan pemerintah bertanggung jawab langsung atas darurat iklim.
Mantan Presiden Maladewa Mohamed Nasheed pun mengucapkan negaranya paling terdampak perubahan iklim. “Kami membayar dengan nyawa untuk karbon yang dikeluarkan orang lain. Kami akan segera mengambil tindakan untuk mulai mengatasi ketidakadilan ini, yang tidak bisa kami terima begitu saja,” ujarnya.
Di Indonesia, Menteri Keuangan Sri Mulyani turut menyampaikan ke khawatirannya terhadap perubahan iklim. Dia bahkan menyamakan perubahan iklim adalah bencana global yang besarnya sama dengan pandemi Covid-19
Sama seperti pandemi, tidak ada satu negara yang terbebas dari ancaman perubahan iklim. “Karena dunia adalah bulat dan kita hidup dalam bumi yang sama, climate change tentu mempengaruhi seluruh makhluk dan manusia di dunia,” kata Sri Mulyani, dikutip dari Tempo.co pada 27 Juli lalu.
Dia menambahkan dalam melawan perubahan iklim diperlukan kerjasama antara pemerintah, swasta, dan internasional untuk mencapai komitmen pengurangan emisi karbon.
Sri Mulyani menambahkan dalam upaya melawan perubahan iklim di Indonesia, membutuhkan biaya mencapai Rp 3.779 triliun. “Salah satu hitungan adalah Rp 3.461 triliun sampai 2030 dan bahkan sekarang angka itu direvisi menjadi Rp 3.779, lebih tinggi lagi,” katanya pada pekan lalu.
Penyumbang bahan: Dhia Al Fajr (magang)