Kendaraan Bermotor Sumbang 60% Polusi, Menhub Dorong Mobil Listrik

Image title
11 Desember 2020, 14:18
polusi udara, pencemaran udara, budi karya sumadi, emisi karbon, bbm
ANTARA FOTO/Galih Pradipta
Ilustrasi polusi udara. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan 60% pencemaran udara terjadi karena pemakaian motor dan mobil yang menggunakan BBM beroktan rendah.

Kendaraan bermotor menjadi kontributor terbesar pencemaran udara di Indonesia. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan 60% polusi terjadi karena pemakaian motor dan mobil yang menggunakan bahan bakar minyak atau BBM beroktan rendah, seperti Premium. 

Untuk mengatasi masalah itu, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan aturan penggunaan kendaraan alternatif dan percepatan kendaraan listrik. “Ada pula aturan penyediaan transportasi massal, misalnya membangun lintas rel terpadu (LRT), moda raya terpadu (MRT), dan kereta rel listrik KRL,” kata Budi dalam diskusi virtual, Jumat (11/12).

Selain itu, pemerintah juga berencana menerapkan kebijakan standar emisi Euro 4 untuk kendaraan berbahan bakar diesel. Namun, rencana pelaksanaannya terpaksa tertunda dari April tahun depan menjadi April 2022. 

“Akibat pandemi Covid-19, pemberlakukaannya kami tunda,” kata Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Dasrul Chaniago.

Pada 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengeluarkan beleid tentang baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru kategori M, N, dan O, atau yang lebih dikenal dengan standar emisi Euro 4.

Aturan itu menyebut kendaraan berbahan bakar bensin minimal memakai angka oktan atau RON 91. Sedangkan, untuk disel angka cetane number-nya minimal 51. Tujuannya, agar penerapan BBM Euro 4 tercapai dan emisi karbon turun minimal 50%. 

Peraturan pemakaian bahan bakar berstandar Euro 4 itu seharusnya sudah berjalan pada 2018. Namun, penerapannya terus tertunda hingga sekarang. 

Tantangan implementasinya, menurut Dasrul, adalah harga BBM ramah lingkungan yang lebih mahal dibandingkan beroktan rendah. Akibatnya, masyarakat membeli bahan bakar berkualitas rendah, seperti Premium yang angka RON-nya hanya 88. 

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...