Profil Pontjo Sutowo, 16 Tahun Tak Bayar Royalti Hotel Sultan
Pengusaha Pontjo Nugro Susilo atau Pontjo Sutowo tengah menghadapi pengambilalihan pengelolaan kawasan Hotel Sultan oleh pemerintah. Pebisnis ini adalah anak keempat dari Ibnu Sutowo, tokoh militer dan mantan direktur utama Pertamina.
Pemerintah mengambil alih Blok 15 di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) yang merupakan lokasi Hotel Sultan. Perusahaan Pontjo yang bernama PT Indobuildco mengelola hotel ini. Pengambilalihan pengelolaan terjadi setelah perusahaan tidak membayar royalti, bunga, dan denda atas hak guna bangunan (HGB) senilai US$ 2,25 juta (sekitar Rp 34,6 miliar) setelah 16 tahun.
Pengambilalihan ini terjadi di tengah rencana pemerintah untuk merevitalisasi kawasan GBK untuk kepentingan negara, baik untuk olahraga maupun nonolahraga. Kementerian Sekretariat Negara telah membentuk Tim Transisi Pengelolaan Blok 15.
“Sesuai ketentuan, bisa dikerjasamakan dengan pihak lain yang memiliki kompetensi untuk mengelola kawasan, mengelola aset, mengelola hotel, dan residen serta lain-lain atas aset yang berada di atas hak pengelolaan (HPL) 1 dan di Blok 15 itu,” kata Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara (Kemsetneg) Setya Utama pada Jumat (3/32023).
Profil Pontjo Sutowo
Keterlibatan Pontjo lewat Indobuildco berkaitan dengan peran ayahnya. Pada 1971, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin memberikan HGB 30 tahun kepada Indobuildco untuk membangun sebuah hotel di lokasi tersebut. Sang Gubernur meminta bantuan kepada ayah Pontjo, yaitu Ibnu Sutowo, untuk membangun sebuah hotel.
Menurut buku memoar Pontjo Sutowo: Pengusaha yang Terpanggil, Pontjo telah terjun ke dalam bisnis sejak berusia 20 tahun. Ini dimulai dari penjualan motor tempel kapal Mercury di daerah Pintu Air, Jakarta Pusat.
Sebelum memimpin Indobuildco, Pontjo memulai dengan bisnis pembuatan kapal lewat PT Adiguna Shipyard. Lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mendirikan dan menjabat sebagai direktur utama sejak 1970.
Pontjo juga memimpin konglomerat PT Nugra Santana atau Grup Nugra Santana, yang didirikan oleh ayahnya. Berdiri pada 1973, Grup Nugra Santana memiliki anak usaha di sektor keuangan, farmasi, pelayaran, dan energi.
Menurut buku memoarnya, Pontjo juga terlibat dalam berbagai organisasi. Ini termasuk Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dan Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Saat ini, Pontjo mengetuai Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan dan Putra-Putri TNI/Polri (FKPPI).
Selain memimpin FKPPI, Pontjo juga aktif dalam dua lembaga yang dia bangun, yaitu Yayasan Suluh Nuswantara Bakti dan Aliansi Kebangsaan. Pontjo menghabiskan sebagian besar waktu dan dananya untuk ketiga lembaga tersebut.
Menurut penulis buku tersebut, Ansel da Lopez, Pontjo sepertinya sudah “lupa diri” bahwa dia adalah seorang pengusaha karena lebih aktif dalam lembaga-lembaga tersebut dalam terutama dalam beberapa tahun terakhir.
“Akan tetapi, rasanya tidak nyaman jika hidup tanpa harus berbuat apa-apa, di tengah kehidupan bangsa dan negara serta rakyatnya yang masih penuh persoalan,” kata Pontjo dalam buku memoar tersebut.