BI Pantau Kebutuhan Pembiayaan Naik, Korporasi Mulai Berani Investasi
Survei Permintaan dan Penawaran Pembiayaan Perbankan Bank Indonesia melaporkan kebutuhan pembiayaan korporasi pada Mei 2021 terindikasi meningkat. Peningkatan kebutuhan tersebut antara lain digunakan untuk berinvestasi.
Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan indikasi peningkatan tercermin dari pertumbuhan saldo bersih tertimbang (SBT) kebutuhan pembiayaan korporasi sebesar 16,1%. "Tetap positif meski lebih rendah dibandingkan dengan SBT sebesar 24,8% pada April 2021," ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat (18/6).
Sejumlah sektor yang mengalami peningkatan kebutuhan pembiayaan antara lain perdagangan, reparasi mobil dan motor, pertambangan, dan jasa kesehatan. Pembiayaan terutama untuk mendukung aktivitas operasional (71,8%), membayar kewajiban yang jatuh tempo (27,4%), mendukung pemulihan pasca-new normal (25,8%), dan investasi (11,3%).
Sedangkan sektor yang mengalami perlambatan kebutuhan pembiayaan adalah pertanian, informasi dan komunikasi, industri pengolahan, pengadaan listrik, dan konstruksi.
Survei ini juga menunjukkan kebutuhan pembiayaan yang meningkat dipenuhi dari dana sendiri sebesar 62,9%, meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 57,7 %. Untuk pangsa pinjaman perbankan dalam negeri sedikit menurun, dari 10,2% pada bulan sebelumnya menjadi sebesar 8,19%.
Secara umum, preferensi pelaku usaha yang memilih menggunakan dana sendiri terutama didasarkan pada alasan kemudahan dan kecepatan memperoleh dana (68,8%), optimalisasi fasilitas eksisting (12,5%), dan biaya suku bunga yang lebih murah (8,3 %).
Untuk tiga bulan yang akan datang (Agustus 2021), survei memperkirakan kebutuhan pembiayaan korporasi juga akan meningkat meskipun tidak setinggi bulan sebelumnya. Hal tersebut terindikasi dari SBT sebesar 24,1%, lebih rendah dari 27,3% pada bulan sebelumnya.
Beberapa sektor dengan peningkatan pembiayaan terbesar adalah pertambangan, informasi dan komunikasi, jasa keuangan, jasa perusahaan, dan jasa kesehatan. Beberapa sektor yang tercatat menyampaikan kebutuhan pembiayaan yang lebih rendah antara lain, sektor pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan.
Responden menyampaikan peningkatan kebutuhan pembiayaan digunakan untuk mendukung aktivitas operasional (83,2%), membayar kewajiban jatuh tempo (29,6%), dan mendukung pemulihan permintaan domestik pasca penerapan new normal (23,2%).
Penyaluran Kredit Mei 2021
Dari sisi penawaran, penyaluran kredit baru pada Mei 2021 terindikasi melambat dibandingkan April 2021. Tercermin dari SBT Mei sebesar 45,1%, melambat dibanding bulan sebelumnya 48,%.
Berdasarkan kelompok bank, peningkatan penyaluran kredit baru pada Mei 2021 terjadi pada seluruh kategori bank. Berdasarkan kategori lapangan usaha, penyaluran kredit baru pada Mei 2021 terutama diprioritaskan kepada lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, diikuti oleh industri pengolahan, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Faktor utama yang memengaruhi perkiraan penyaluran kredit baru pada Mei 2021, yaitu permintaan pembiayaan dari nasabah serta prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan. Penyaluran kredit baru diprediksikan kembali meningkat pada Juni 2021, dengan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya.
Berdasarkan kelompok bank, meningkatnya penyaluran kredit baru diperkirakan terjadi pada seluruh kategori bank, tertinggi pada Bank Pembangunan Daerah dan Bank Umum. Kebijakan penyaluran kredit yang ketat pada Mei 2021 dilakukan untuk kategori debitur usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) maupun non-UMKM.
Hal itu terindikasi dari nilai SBT yang tercatat positif masing-masing sebesar 2,1% dan 1,9%. Faktor yang mempengaruhi perubahan standar pemberian kredit pada Mei 2021 antara lain proyeksi ekonomi ke depan, potensi risiko kredit ke depan, dan kondisi sektor ril saat ini.
Pemerintah telah mendorong pembiayaan korporasi terdampak Covid-19 melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Hingga 11 Juni 2021, program dukungan UMKM dan korporasi dalam PEN telah menyerap Rp 41,73 triliun atau 21,5% dari pagu Rp 193,74 triliun. Jumlah tersebut berupa bantuan produktif usaha mikro (BPUM) Rp 11,76 triliun, imbal jasa penjaminan (IJP) UMKM dan korporasi Rp 1,02 triliun, serta penempatan dana untuk restrukturisasi kredit perbankan Rp 28,95 triliun.
Secara keseluruhan, realisasi anggaran PEN baru mencapai Rp 219,65 triliun atau 31,4% dari alokasi Rp 699,43 triliun. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan akan terus mendorong penyerapan dana PEN. "Pemerintah terus memonitor kendala-kendala yang muncul sehingga diharapkan realisasi dapat terus di akselerasi," ujar Airlangga pada Selasa lalu.