• KCIC menunda pengembangan kawasan terintegrasi berorientasi transit (TOD).
  • Kondisi kawasan di sekitar stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang berbeda-beda perlu pendekatan khusus.
  • Kehadiran TOD tak sebatas meningkatkan penumpang kereta, juga penting untuk mendongkrak pendapatan KCIC.

Siang itu matahari begitu menyengat, menyapu hamparan hijau tanaman padi yang baru berumur sekitar dua pekan. Pagar seng dengan garis biru membentang, memisahkan persawahan di Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat dengan kawasan pembangunan stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB).

Dari tanah garapan petani tersebut, dua tower crane tampak menjulang. Ada juga beberapa alat berat di area yang direncanakan menjadi kawasan terintegrasi berorientasi transit atau transit oriented development (TOD) Karawang, Jawa Barat itu.

Advertisement

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) telah merampungkan pembangunan proyek strategis nasional ini hingga 80 %, dari konstruksi jalur sampai kawasan stasiun. Target uji coba akan berlangsung pada November 2022. Setelah itu, mega proyek ini akan beroperasi pada Juni 2023.

Direktur Utama KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan, tantangan utama pembangunan konstruksi jalur kereta cepat yakni masalah geologi. Salah satu jalur yang berbentuk terowongan sepanjang satu kilometer tanahnya berjenis clay shale. “Begitu kami gali, langsung mengembang dan memicu longsor,” kata Dwiyana kepada Katadata.co.id, Kamis (20/1).

Perusahaan mengatasi masalah itu dengan memasukkan beton terlebih dulu untuk memudahkan penggalian. “Proyeksinya, April 2022 selesai,” ujarnya.

Selain jalur, KCIC juga menyiapkan empat stasiun kereta berkecepatan maksimum 350 kilometer per jam tersebut. Keempatnya adalah Stasiun Halim, Karawang, Padalarang, dan Tegalluar.

Di empat stasiun itu, perusahaan akan mengembangkan kawasan terintegrasi berorientasi transit. Kehadiran kawasan ini, melansir dari situs resmi KCIC, diharapkan dapat menunjang produktivitas masyarakat sekitar.

Soal TOD, Dwiyana menyebutkan perusahaan awalnya merencanakan pengembangan 250 hektare di setiap stasiun. Namun pendanaan menjadi kendala utama. “Kami sampaikan apa adanya, terkait TOD kami hold (tunda) dulu,” ujarnya.

Sebagai informasi, anggaran proyek ini membengkak dari US$ 6,07 miliar menjadi US$ 8 miliar atau Rp 114 triliun lebih. Dengan kondisi tersebut, KCIC memilih untuk berfokus pada penyelesaian jalur kereta sambil mengembangkan properti yang mendukung stasiun di atas lahan yang sudah terakuisisi. 

Di Stasiun Halim, perusahaan sudah menyewa lahan 2,6 hektare dari TNI Angkatan Udara selama 50 tahun. Harga sewanya sekitar Rp 1,4 triliun. Lalu, di Tegalluar perusahaan memiliki lahan untuk properti sekitar 7,2 hektare, dan Karawang ada setara tiga hektare.

Perusahaan akan membangun bangunan publik, seperti area ritel dan rumah sakit. “Setelah ada sumber pendanaan lain, kami akan ke TOD karena potensi bisnisnya menarik,” kata Dwiyana.

Infografik_TOD di 3 Kota Terbaik versi Bank Dunia
Infografik_TOD di 3 Kota Terbaik versi Bank Dunia (Katadata/Pretty Juliasari)
 

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan, kawasan terintegrasi harus dapat mendorong masyarakat produktif tanpa harus memakai kendaraan pribadi. “Jadi dia tidak pernah ketemu jalan raya. Hidupnya kumpul di TOD yang serba produktif, praktis, dalam jangkauan jalan kaki,” ucapnya kepada Katadata.co.id.

Pria yang akrab disapa Kang Emil dan berprofesi sebagai arsitek ini mengatakan ada tiga prinsip utama pengembangan TOD. Pertama adalah density atau kepadatan penduduk. Kedua, design atau rancangan kawasan. Terakhir, diversity atau keberagaman, baik orang maupun bangunan.

Ia mencontohkan TOD di International Financial Center (IFC) Hong Kong. Kawasan ini lengkap dari urusan transportasi publik, permukiman, retail, hingga perkatnoran. “Lantai bawah kereta api, atas terminal bus dan taksi, di atasnya lagi ada mal, kantor, dan hotel,” ucap Emil. 

Mengacu pada tiga prinsip di atas, ia menyebutkan TOD yang paling realistis adalah Stasiun Bandung. Penduduknya sudah banyak dan aktivitas ekonomi sudah berjalan.

Tanah di Stasiun Bandung milik PT Kereta Api Indonesia atau KAI. Penumpang kereta cepat dapat mengaksesnya melalui Stasiun Padalarang. “Nanti jadi tempat berhenti, lalu ribuan orang geser ke kereta reguler untuk melanjutkan perjalanan ke Bandung,” ujar Emil. 

Soal pengembangan tersebut, VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan belum ada proyeksi untuk mulai mengembangkan TOD di Stasiun Bandung. “Namun, kalaupun nanti ada rencana itu, tentu KAI akan mendukung,” katanya. “TOD dapat menjadi simpul aktivitas masyarakat dan tulang punggung transportasi yang berperan penting dalam pengembangan kawasan berorientasi transit.”

PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC)
PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) (Muhammad Zaenuddin|Katadata)

Kawasan di Sekitar Stasiun Kereta Cepat

Katadata.co.id sempat menelusuri pembangunan stasiun KCJB. Di Karawang, misalnya, jalur kereta dan bangunan stasiun telah terlihat. Lokasinya yang sekitar delapan kilometer dari Gerbang Tol Karawang Barat itu diapit oleh rumah penduduk dan lahan persawahan.

Mengacu pada situs KCIC, di sekitar stasiun itu nantinya akan dibangun kawasan bernama Kotawana. Di dalamnya terdapat mal, perkantoran, perumahan, apartemen, dan pertokoan. 

Salah satu dusun yang lokasinya persis di sebelah stasiun adalah Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, Karawang, Jawa Barat. Saat datang ke sana sekitar pukul 13.00 WIB, desa yang berpenduduk sekitar 100 kepala keluarga itu terlihat sepi. Sesekali motor lalu-lalang di jalan yang hanya bisa dilalui satu mobil.

Mayoritas lahan desa tersebut adalah sawah. Seorang pedagang kelontong bernama Cucu, 46 tahun, menyebutkan lahannya sudah diplot untuk perumahan. Namun, ia tidak tahu apakah itu bagian dari TOD atau bukan.

Tanah di desa tetangganya, yaitu Wanasari, sudah banyak yang terjual. Untuk sawah harganya Rp 250 ribu per meter, tanah kosong Rp 350 ribu per meter, dan rumah beserta lahan Rp 700 ribu per meter. “Tinggal 10 kepala keluarga yang belum menyerahkan lahannya kepada pengembang,” katanya.

Cucu bersama suami dan anak-anaknya sudah tinggal di Wanakerta sejak 2000. Lahan rumahnya cukup luas, sekitar 900 meter persegi. Tanah ini ia beli usai menjadi korban gusuran di rumah lamanya di Cikarang, yang kini menjadi Kawasan Deltamas.

Halaman:
Reporter: Amelia Yesidora
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement