January Effect Belum Hampiri Bursa RI, Ini Faktor Penyebabnya
Memasuki perdagangan di awal Januari, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mengalami tekanan. Pelemahan ini sejalan dengan aktivitas perekonomian global yang melambat. Pada penutupan perdagangan Rabu (5/1) saja, IHSG anjlok hampir mendekati 3%. Hari ini, bursa saham Tanah Air juga terkoreksi 2,34%.
Padahal, para pelaku pasar modal berekspektasi, biasanya di awal tahun akan terjadi January Effect yang mendorong kenaikan IHSG. January Effect merupakan istilah kenaikan harga saham musiman selama bulan Januari.
Mengutip laman Investopedia, biasanya analis mengaitkan reli ini dengan peningkatan pembelian, yang mengikuti penurunan harga yang biasanya terjadi pada bulan Desember. Hal ini ketika investor, yang terlibat dalam pemungutan kerugian pajak untuk mengimbangi keuntungan modal yang direalisasikan, memicu aksi jual.
Penjelasan lain, yaitu investor menggunakan bonus tunai akhir tahun untuk membeli investasi di bulan berikutnya. Dikatakan, bahwa January Effect menunjukkan bahwa pasar secara keseluruhan tidak efisien, karena pasar yang efisien secara alami akan membuat efek ini tidak ada.
Adapun, January Effect tampaknya lebih memengaruhi kapitalisasi kecil dibandingkan kapitalisasi sedang atau kapitalisasi besar karena kurang likuid.
Analis Henan Putihrai Sekuritas, Jono Syafei, mengatakan kekhawatiran perlambatan ekonomi global masih menjadi sentimen utama, ditambah lagi adanya prediksi dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang mengatakan bahwa sepertiga ekonomi dunia berada dalam resesi. Sebab, negara penggerak utama ekonomi dunia yaitu Amerika Serikat, Cina dan Uni Eropa mengalami perlambatan aktivitas ekonomi.
"Sehingga investor sementara waktu lebih waspada untuk berinvestasi di aset berisiko seperti saham dan cenderung memindahkan dana ke aset yang aman seperti emas," katanya kepada Katadata.co.id, Kamis (5/1).
Menurutnya, masih terlalu dini untuk melihat adanya January Effect karena masih dalam minggu pertama Januari, ditambah adanya sentimen perlambatan ekonomi.
Sementara, Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menilai akan ada Januari Effect. Menurutnya, jika dilihat month to date (MTD) untuk bulan December berdasarkan penutupan harga pada 29 Desember 2022 IHSG mengalami penurunan -2,29%.
"Dan ini terjadi karena beberapa saham big cap maupun di sektor yang kondusif saat ini seperti sektor perbankan dan energi mengalami koreksi harga saham secara bulanan," katanya saat dihubungi Katadata.
Dia memberi contoh, emiten perbankan top four dan saham blue chip energi seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Bayan Resources Tbk (BYAN), dan lainnya. Adapun, saham perbankan top four mencapai harga all time high di awal pekan bulan ini. Setelah itu, investor mulai profit taking dan sahamnya mengalami koreksi harga.
"Ini salah satu faktor yang mengakibatkan penurunan IHSG bulan ini. Karena emiten tersebut mempunyai salah satu bobot terbesar di IHSG," katanya.
Selain itu, saham energi seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) juga mengalami koreksi bulan ini. Menurutnya, semua ini bisa mengalami rebound atau kenaikan pada Januari karena fundamentalnya untuk emiten tersebut solid. Selain itu, katanya, saham-saham perusahaan tersebut masih undervalued dibandingkan emiten rata-rata di sektor energi.