Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup serius merencanakan pemindahan ibu kota Negara Republik Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan. Rencana yang sudah dikaji sejak dua tahun lalu ini telah diputuskan dalam rapat kabinet April lalu.  Saat sidang paripurna DPR pekan lalu, Jokowi meminta izin para anggota dewan untuk merealisasikan rencana ini.

Dia menjelaskan pentingnya pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa. Menurutnya, selama ini denyut kegiatan ekonomi masih terpusat di Jakarta. Pulau Jawa menjadi sangat padat dan menciptakan ketimpangan dengan pulau-pulau di luar Jawa. "Apabila kita membiarkan hal ini berlanjut tanpa ada upaya yang serius, maka ketimpangan akan semakin parah," ujarnya di hadapan anggota dewan.

Jokowi berharap pemindahan ibu kota akan mendorong pertumbuhan ekonomi baru, sekaligus memacu pemerataan dan keadilan ekonomi di luar Jawa. Dia menjanjikan desain ibu kota dirancang bukan hanya sebagai simbol identitas, tapi merepresentasikan kemajuan bangsa. Ibu kota yang baru mengusung konsep smart and green city (kota pintar dan ramah lingkungan).

(Baca: Anggota DPR Nilai Pemindahan Ibukota Hanya Pencitraan Pemerintah)

Rencana Jokowi ini mendapat kritikan dari sejumlah anggota dewan. Anggota DPR dari Partai Gerindra Bambang Haryo Soekartono mengatakan pemerintah tidak pernah melibatkan DPR dalam pembahasannya. Namun, tiba-tiba  pemerintah meminta izin untuk memindahkan ibu kota. 

Dia menilai pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan hanya pencitraan pemerintah dan pemborosan anggaran negara. "Ini mohon jadi suatu pertimbangan. Jangan sampai ada pemborosan biaya untuk kepentingan yang tidak jelas, pencitraan," ujar Bambang dalam Sidang Paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (20/8).

Pemerintah seharusnya memprioritaskan anggaran negara untuk kepentingan mendesak seperti kebutuhan pangan hingga ketersediaan listrik dan air bagi masyarakat. Menurutnya, ini merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi terlebih dahulu dibanding pemindahan ibu kota. Ketersediaan sarana transportasi terutama transportasi udara di Pulau Kalimantan juga dianggap kurang memadai untuk dijadikan ibu kota negara.

(Baca: Tak Diajak Bahas Pemindahan Ibu kota, DPR Kritik Pemerintah)

Anggota lain, Yandri Soesanto dari Fraksi PAN mengatakan rencana pemindahan ibu kota tidak bisa dilakukan. “Belum ada kekuatan hukum pemindahan ibu kota, sehingga belum bisa dilaksanakan karena undang-undang belum ada,” ujar Yandri. Bahkan, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menganggap rencana ini tidak masuk akal dan alasannya kurang kuat. Pemerintah harus meminta persetujuan rakyat dan mengajukan banyak undang-undang yang harus dibahas dan disahkan DPR. 

Alasan Pemindahan Ibu Kota

Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengungkapkan alasan pemindahan ibu kota ke luar Jawa. Saat ini wilayah Pulau Jawa sangat padat, sekitar 56,5 persen penduduk Indonesia terkonsentrasi di wilayah ini. Sementara porsi penduduk di wilayah lain masih di bawah 10 persen, kecuali Pulau Sumatra. “Jakarta juga sudah masuk peringkat kesembilan kota terpadat di dunia,” kata Bambang dalam acara Youth Talks, di Jakarta, Selasa, (20/8).

Tingkat urbanisasi yang tinggi membuat Jakarta dan kota-kota di sekitarnya menjadi sangat padat. Jumlah penduduk Jakarta mencapai lima kali jumlah penduduk kota-kota besar lainnya. Bahkan, kepadatan penduduk ini sudah meluas ke kota-kota lain di sekeliling Jakarta, seperti Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution pernah menyebut Kawasan Jabotabekpunjur ini menjadi kawasan metropolitan kedua terbesar di dunia setelah Tokyo (Jepang).

(Baca: Pemindahan Ibu Kota Bukan Proyek Mengada-Ada)

Saking padatnya penduduk, Jakarta sulit memenuhi kebutuhan infrastruktur dasar seperti perumahan, air bersih dan sanitasi. Sekitar 96 persen air sungai di Jakarta sudah tercemar. Jakarta dan sebagian daerah di Pulau Jawa sudah mengalami krisis ketersediaan air bersih. Kepadatan penduduk juga membuat lahan di Pulau Jawa semakin terbatas.

Alasan lain mengapa pemerintah ingin memindahkan ibu kota adalah Jakarta merupakan kota yang rawan banjir. Sepanjang 1989-2007, permukaan tanah turun 40-60 sentimeter dan meningkat menjadi 80-120 sentimeter pada 2015. Sementara permukaan air lain naik 4-6 sentimeter karena perubahan iklim.

Dari sisi ekonomi, pertumbuhan di Kawasan Barat Indonesia mencapai 5,4 persen. Lebih tinggi dari dari kawasan timur yang hanya 4,9 persen. Selama ini kegiatan perekonomian masih terpusat di Pulau Jawa, tidak merata ke seluruh wilayah Indonesia.

(Baca: Ibu Kota Pindah keluar Jawa, Ini Efek Berantai bagi Kemajuan Ekonomi)

Atas dasar inilah pemerintah ingin memindahkan ibu kota negara ke luar Jawa. Pilihannya adalah Kalimantan. Ada beberapa pertimbangan wilayah ini dijadikan lokasi calon ibu kota baru. Hasil kajian Bappenas, lokasi ibu kota baru harus strategis yang secara geografis berada di tengah wilayah Indonesia (Indonesia centris). Ini penting untuk merepresentasikan keadilan dan pemerataan dengan mendorong percepatan pengembangan wilayah Kawasan Indonesia Timur (KTI).

Calon ibu kota baru harus tersedia lahan luas yang dimiliki oleh pemerintah atau BUMN agar biaya investasinya tidak terlalu besar. Lahan ini harus bebas dari bencana seperti gempa bumi, gunung berapi, tsunami, banjir, erosi, serta kebakaran hutan. Ketersediaan sumber daya airnya juga harus cukup dan bebas pencemaran lingkungan.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami
Advertisement