Gaikindo Siapkan Produksi Kendaraan B40
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) siap mengembangkan mesin dan komersialisasi kendaraan B40. Peningkatan campuran minyak sawit menjadi B40 diharapkan dapat kompatibel dengan standar Euro 4 atau yang lebih tinggi.
Berdasarkan data Gaikindo, pabrikan mobil akan mengeluarkan dua prototipe setiap tahun. Prototipe itu akan dikeluarkan dalam jangka waktu dua tahun sejak penetapan aturan B40. Sementara kendaraan final akan diterbitkan enam bulan sebelum implementasi B40 di lapangan.
"Kami butuh lead time dan studi untuk bisa dikonfirmasi di jalan. Regulasi harus disertai arahan" kata Sekretaris Jenderal Gaikindo Kukuh Kumara dalam Konferensi Biodiesel Sawit Ke-3, Kamis (24/3).
Kukuh berharap agar regulasi B40 dapat sejalan dengan aturan pemerintah terkait produksi otomotif sebelumnya, yaitu implementasi Euro 4 untuk kendaraan bermesin diesel pada 7 April 2022. Oleh karena itu, Kukuh mengusulkan agar peningkatan campuran minyak sawit menjadi B40 dapat kompatibel dengan standar Euro 4 atau standar yang lebih tinggi. Kukuh berharap setidaknya hasil campuran B40 dapat kompatibel dengan mesin kendaraan eksisting di jalan.
Kukuh menyebutkan, progress B40 sedang dalam tahap pengembangan spesifikasi bahan bakar. Beberapa spesifikasi yang diperhatikan dalam B40 adalah cloud point, water content, acid number, dan monoglycerides.
Dia mengatakan, spesifikasi bahan bakar akan menentukan apakah pabrikan otomotif dapat menyesuaikan dengan B40 atau tidak. Selain itu, hasil dari spesifikasi bahan bakar dinilai akan berpengaruh pada road rest.
"Jadi, dari itu kami mendapatkan banyak informasi apa yang harus disesuaikan, dikembangkan, dan lainnya," ucap Kukuh.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan campuran biodiesel nasional akan bertambah dari posisi saat ini sebanyak 30% atau B30. Airlangga menargetkan bahan bakar nabati (BBN) besutan dalam negeri dapat menggantikan bahan bakar fosil.
"Kami sedang mengejar green fuel untuk menggantikan diesel, green gasoline untuk menggantikan gasoline, dan Bio-Avtur untuk menggantikan avtur dari fosil," kata Airlangga.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kontribusi energi baru terbarukan (EBT) ke total campuran energi telah mencapai 117% pada 2021. Sementara B30 berkontribusi sebesar 35% dari total EBT tahun lalu.
Oleh karena itu, Airlangga mengatakan, industri minyak sawit nasional dapat berkontribusi dalam mencapai target pengurangan emisi nasional pada 2030. Menurut dia, pemerintah telah mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 24,6 juta ton CO2e atau 7,8% dari target 2030.
Airlangga menilai setidaknya harus ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam implementasi biodiesel di masa depan, yakni visibel secara teknis, bisa diandalkan secara ekonomi, dan bisa diterima secara politis. Pada 2021, program B30 telah berhasil menghemat cadangan devisa senilai US$ 4 miliar pada 2021. Hal tersebut disebabkan dari pengurangan bahan bakar minyak (BBM), khususnya solar, akibat program B30.
Pemanfaatan biodiesel domestik mencapai 9,3 juta kiloliter (kl) pada 2021. Jumlah ini meleset tipis dari target yang ditetapkan sebesar 9,4 juta kl.
Sejak 2017, pemanfaatan biodiesel domestik tercatat terus meningkat. Pemanfaatan mencapai 3,42 juta kl pada 2017 dan meningkat menjadi 6,17 kl pada 2018. Kemudian, pemanfaatan stagnan di angka 8,4 juta kl pada 2019 dan 2020.
Dengan adanya Program Mandatori B30, semua bahan bakar diesel di Indonesia diwajibkan setidaknya memiliki campuran 30% biodiesel dan 70% solar. Pada 2022, pemerintah juga berencana meningkatkan kadar biodiesel menjadi B40.
*Artikel ini telah mengalami perbaikan dari tulisan sebelumnya berjudul "Gaikindo Usul Implementasi B40 Diundur ke 2025".