Realisasi Peremajaan Sawit Rakyat Turun karena Syarat Sertifikat Lahan

Andi M. Arief
1 September 2022, 19:07
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Medang Sari, Kecamatan Arut Selatan, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Jumat (19/8).
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Foto udara perkebunan kelapa sawit di Medang Sari, Kecamatan Arut Selatan, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Jumat (19/8).

Performa program peremajaan sawit rakyat atau PSR terus menurun sejak 2021 hingga saat ini. Legalitas kepemilikan sertifikat lahan dinilai menjadi penghalang utama realisasi program tersebut.

Pemilikan sertifikat hak milik atau SHM atas lahan kebun menjadi salah satu syarat utama dalam mengikuti program PSR. Namun demikian, jumlah SHM perkebunan kelapa sawit yang terbit baru sekitar 2.067 bidang tanah dari total 62.442 bidang tanah.

"Aspek legalitas lahan jadi nomor satu yang menghambat program PSR. Kebun petani kelapa sawit kalau dilihat dari Surat Keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ada di dalam kawasan hutan walaupun sudah dikelola sejak 30 tahun lalu," kata Sekretaris Jenderal  Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Rino Afrino, dalam webinar "Permasalahan Lahan dan Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Petani Kelapa Sawit", Kamis (1/9).

Rino mengatakan, Undang-Undang No. 11-2020 tentang Cipta Kerja telah memberikan jalan keluar terkait masalah legalitas lahan tersebut. Aturan tersebut menyatakan perkebunan sawit seluas 5 hektar dengan pengelolaan setidaknya 5 tahun yang berada di kawasan hutan akan dikeluarkan dari kawasan hutan.

Namun demikian, Rino mengatakan aturan tersebut mensyaratkan verifikasi oleh beberapa instansi, seperti perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan, Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan, hingga level Kementerian Koordinator. Selain itu, pemerintah tidak menyediakan biaya untuk proses verifikasi tersebut.

 Selain sertifikat lahan, salah satu syarat untuk mendapatkan PSR adalah lahan perkebunan tidak di atas lahan gambut. Rino menilai syarat tersebut kontraproduktif dengan kondisi perkebunan sawit saat ini, khususnya di Provinsi Riau.

Rino menjelaskan hampir separuh dari lahan kebun di Provinsi Riau berada di kawasan pantai timur yang notabenenya kawasan gambut. Sebagai informasi, Riau adalah provinsi dengan volume produksi minyak sawit mentah atau CPO terbesar di dalam negeri.

"Ini menjadi momok perkebunan kelapa sawit yang luar biasa karena yang namanya petani selalu ditempatkan di lahan-lahan marginal, salah satunya lahan gambut," kata Rino.

Berdasarkan data Apkasindo, perkebunan kelapa sawit yang mendapatkan program PSR pada 2021 turun 69,86% dari capaian 2020 seluas 92.066 hektar menjadi 27.747 hektar. Secara tahun berjalan, total kebun kelapa sawit yang mendapatkan PSR baru mencapai 158 hektar.

Sejak 2018, luas kebun kelapa sawit yang telah mendapatkan PSR mencapai 258.136 hektar dengan total anggaran mencapai Rp 6,87 triliun. Adapun, total kebun kelapa sawit rakyat yang seharusnya mendapatkan PSR mencapai 6,72 juta hektar.

 Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah BPN, Suyus Windayana, mengatakan salah satu tantangan dalam pencapaian target PSR tahunan adalah perbedaan penghitungan unit. Suyus menyebutkan unit yang umum dipakai dalam penerbitan sertifikat tanah adalah bidang, sedangkan target PSR menggunakan unit hektar.

Selain itu, Suyus mengatakan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS terlambat dalam mengirimkan data calon petani, calon lahan atau CPCL. Suyus mencatat BPN baru menerima data bidang perkebunan sawit pada 4 Januari 2022, sedangkan data tersebut seharusnya mulai diolah sejak 30 Juni 2021.

Keterlambatan tersebut membuat anggaran verifikasi yang dimiliki BPN pada 2021 tidak terpakai. Akhirnya, total bidang perkebunan sawit yang diterima BPN mencapai 62.442 bidang, namun bidang perkebunan sawit yang mampu diverifikasi hanya 10.039 bidang pada 2022. 

Sejak 2011, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan sertifikasi lahan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan dengan nama Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Mengutip data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), sampai Maret 2021 Indonesia sudah memberikan sertifikat ISPO untuk lahan kebun sawit dengan luas kumulatif 5,78 juta hektare (ha).

Angka tersebut baru sekitar 45% dari total lahan kebun sawit produktif di Indonesia yang luasnya 12,6 juta ha pada 2021.

Reporter: Andi M. Arief
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...