Xi Jinping Akan Kunjungi Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
Presiden Joko Widodo dan Presiden Cina, Xi Jinping, dijadwalkan akan meninjau proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) pada November 2022 mendatang atau saat berlangsungnya KTT G20. Direncanakan, kedua Presiden akan meninjau proyek KCJB dengan menaiki kereta inspeksi
Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, meninjau kesiapan proyek kereta cepat tersebut sebelum kunjungan dua presiden. “Suatu kebanggaan bahwa Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki kereta cepat,” ujar Menhub saat meninjau Stasiun KCJB Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (1/10).
Budi mengatakan, KCJB membentang dari Stasiun Halim - Stasiun Karawang - Stasiun Padalarang - hingga Depo Tegalluar. Hal yang menjadi fokus utama penyelesaian proyek tersebut adalah jalur di Stasiun Padalarang. Karena Stasiun Padalarang akan menjadi stasiun perjumpaan antara kereta cepat dengan kereta feeder KCJB yang akan menuju Stasiun Bandung.
“Kita targetkan perjalanan kereta cepat dari Jakarta ke Bandung akan menempuh waktu 52 menit. Dari Jakarta ke Padalarang 30 menit dan dari Padalarang ke Bandung (menggunakan kereta feeder) 22 menit,” ucap Budi.
Presiden Direktur PT KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo dan Presiden Cina Xi Jinping akan menggunakan kereta inspeksi dan melihat langsung teknologi kereta CIT. Selain itu, rombongan presiden nantinya akan melakukan perjalanan sepanjang 15 km dengan kecepatan sementara dibatasi sampai dengan 80 km/jam dari area Kopo, Bandung hingga Depo Tegalluar, Kabupaten Bandung.
"Gelaran G20 ini menjadi salah satu fokus kami saat ini. Di sisi lain kami juga terus melakukan percepatan pembangunan dan penyelesaian agar proyek KCJB ini bisa selesai sesuai dengan target," ujarnya.
Sarana pendukung kereta cepat
Sebelum meninjau proyek KCJB, Budi juga meninjau Stasiun Padalarang yang tengah dilakukan sejumlah pembangunan prasarana perkeretaapian. Sarana itu dbangun untuk memperlancar perjalanan kereta feeder KCJB dari Stasiun Padalarang – Stasiun Cimahi – Stasiun Bandung.
Saat ini, pemerintah tengah melakukan sejumlah pembangunan seperti penataan rel (emplasemen) di stasiun-stasiun antara Padalarang – Bandung. Selain itu, pemerintah melakukan penanganan perlintasan sebidang dengan membangun flyover dan Jembatan Penyeberangan Orang di tiga titik yaitu di Ciroyom, Cimindi dan Pusdikpom, Cimahi.
Selain untuk kereta feeder KCJB, jalur Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung yang merupakan kawasan heritage ini juga dilalui oleh kereta api lokal Bandung Raya yang dioperasikan oleh PT KAI Commuter. Jalur KA Padalarang - Bandung ini melewati sejumlah stasiun yakni: Stasiun Gad.obangkong, Stasiun Cimahi, Stasiun Cimindi, Stasiun Andir, Stasiun Ciroyom, dan Stasiun Bandung.
Pembangunan infrastruktur KCJB dilakukan dalam rangka menciptakan sistem transportasi yang lebih cepat, efisien, ramah lingkungan, dan juga terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Selain itu, dengan penggunaan teknologi yang tinggi, diharapkan terjadi transfer atau alih pengetahuan dan teknologi yang dapat meningkatkan kualitas SDM nasional dan juga membuka banyak lapangan pekerjaan.
Berdasarkan data PT KCIC, progres proyek KCJB hingga saat ini sudah mencapai 86 persen. Ditargetkan, proyek ini akan dilakukan uji coba pada Maret 2022 dan beroperasi pada Juni 2023.
Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mengalami pembengkakan biaya (cost overrun). Awalnya, estimasi biaya proyek kereta cepat berkisar US$6,1 miliar dengan alokasi US$4,8 miliar untuk komponen konstruksi (Engineering-Procurement-Construction/EPC) dan US$1,3 miliar non-EPC.
Kemudian, pihak Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mengestimasikan terdapat pembengkakan biaya sebesar US$2,5 miliar menjadi US$8,6 miliar pada November 2020 karena adanya kenaikan dari EPC menjadi US$6,4 miliar dan non-EPC menjadi US$2,2 miliar.
Setelah itu, pihak manajemen KCIC terbaru menekan estimasi nilai pembengkakan biaya menjadi US$8 miliar. Artinya pembengkakan biaya dari estimasi terbaru terhadap biaya awal sebesar US$1,9 miliar. Kendati nilai pembengkakan biaya menurun, tetapi masih terdapat kenaikan dari EPC menjadi US$6 miliar dan non-EPC menjadi US$2 miliar.