Sri Mulyani Naikkan PPN Rokok Jadi 9,9%
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk produk hasil tembakau dari semula 9,1% menjadi 9,9%. Penyesuaian juga masih akan mengikuti kenaikan tarif PPN umum menjadi 12% yang akan diterapkan maksimal 2025.
Aturan baru terkait tarif PPN hasil tembakau ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 63 tahun 2022 yang merupakan aturan turunan dari UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) untuk klaster PPN. Beleid ini ditetapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani tanggal 30 Maret dan resmi berlaku per 1 April.
"Untuk menjamin rasa keadilan dan memberikan kepastian hukum, serta menyederhanakan administrasi perpajakan dalam pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan bagi pengusaha kena pajak (PKP) yang melakukan penyerahan hasil tembakau, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai nilai lain sebagai dasar pengenaan PPN terhadap penyerahan hasil tembakau," demikian bunyi bagian pertimbangan dalam beleid tersebut dikutip Rabu (6/4).
Adapun hasil tembakau yang dimaksud dalam beleid ini meliputi, sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya. PPN ini dikenakan atas penyerahan hasil tembakau yang diproduksi di dalam negeri atau yang diimpor.
Adapun penghitungan tarif PPN hasil tembakau ini yaitu mengalikan tarif PPN dengan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak. Adapun tarif PPN yang dimaksud yakni yang saat ini berlaku 11% atau 12% maksimal awal 2025.
Sementara nilai lain tersebut ditetapkan dengan formula 100/(100 + t) dikali dengan harga jual eceran hasil tembakau. Adapun t merupakan angka pada tarif PPN yakni 11% atau 12%.
Dari perhitungan tersebut, tarif PPN berdasarkan pembulatannya menjadi sebesar 9,9% dikali harga jual eceran hasil tembakau, yang berlaku saat ini. Tarif PPN kemudian dinaikkan menjadi 10,7% maksimal awal 2025 mengikuti kenaikan tarif PPN umum menjadi 12%.
PPN ini terutang pada saat produsen atau importir melakukan pemesanan pita cukai hasil tembakau (CHT). Adapun PPN atas penyerahan hasil tembakau ini dipungut sekali oleh produsen atau importir. Ini berarti, jika PPN sudah dipungut oleh produsen atau importir, maka dari pengusaha kepada penyalur lainnya atau kepada konsumen akhir tidak dipungut PPN.
Adapun kenaikan tarif PPN atas hasil tembakau ini sudah ketiga kalinya sejak 2015. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menetapkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) hasil tembakau sebesar 9,1 persen pada 2017. Tarif tersebut naik dibanding 2016 yang dipatok 8,7 persen dan 2015 sebesar 8,4 persen.
Dalam aturan sebelumnya, perhitungan tarif PPN hasil tembakau yakni mengalikan antara tarif efektif dengan nilai lain. Adapun nilai lain yang dimaksud adalah harga jual eceran hasil tembakau. Sementara nilai efektif yang ditetapkan yakni 8,7% pada tahun 2015 dan naik menjadi 9,1% pada tahun 2016.