Kisah WNI Isolasi Mandiri Covid-19 Selama Tujuh Hari di Australia
Sebagian besar negara di dunia menghadapi serangan kasus Covid-19 varian Omicron. Omicron memiliki gejala ringan, tapi tak bisa disepelekan.
Tiap negara punya protokol yang berbeda dalam menangani kasus Omicron. Pemerintah Australia misalnya menerapkan isolasi mandiri di rumah selama tujuh hari bagi kasus corona bergejala ringan.
Berdasarkan data pemerintah Australia pada Selasa (8/2), tambahan kasus konfirmasi harian mencapai 28.202 orang dengan kasus aktif diestimasikan 277.360 orang. Adapun akumulasi jumlah kasus positif Australia sejak masa awal pandemi sebanyak 2.409.247 orang.
Kepala Katadata Insight Center sekaligus peneliti di University of Technology Sydney, Adek Media Roza, menceritakan pengalamannya ketika keluarganya menjalani isolasi mandiri karena terpapar Covid-19. "Isolasi berlaku bagi seluruh anggota satu rumah," kata Adek, Selasa (8/2).
Keluarga Adek terinfeksi Covid-19 selama dua kali, yaitu pada pertengahan Desember 2021 dan awal Februari 2022. Pada awal Februari ini, sekolah di New South Wales mulai menjalankan kegiatan belajar mengajar.
Murid sekolah diwajibkan untuk tes antigen sebanyak dua kali per minggu. "Anak sekolah mendapatkan pembagian empat test kit antigen per dua minggu," kata Adek.
Ternyata, anak pertama Adek berinisial K terdeteksi positif Covid-19 setelah tes antigen pada hari pertama sekolah. Ia pun diminta menjalankan isolasi. Anak terakhir Adek yang berinisial B mendapatkan hasil tes negatif corona.
Adapun Adek dan istrinya terdeteksi positif Covid-19. Keduanya telah menerima vaksin Covid-19 dosis penguat sekitar satu minggu sebelumnya.
Adek mengatakan, ia mengalami gejala berupa sakit kepala. Begitu pula dengan istrinya juga menunjukkan gejala sejak satu hari sebelum tes Covid-19.
Adek dan keluarganya menerima pesan singkat dari pemerintah yang menginstruksikan isolasi mandiri selama tujuh hari. Jika setelah tujuh hari tidak ada gejala, mereka bisa keluar dari isolasi.
"Jika masih bergejala, isolasi diperpanjang 24 jam, dan begitu seterusnya," ujar dia.
Pihak medis menyarankan Adek dan keluarga hanya disarankan meminum obat parasetamol. Mereka diminta memanggil ambulans bila diperlukan.
Selama dua hari, K hanya mengalami batuk serta pulih dengan cepat. Sedangkan, Adek dan istri mengalami sejumlah gejala selama empat hari. "Saya dan istri babak belur," katanya.
Gejala meliputi batuk, tenggorokan gatal, demam, meriang di malam hari, kepala pusing, badan pegal linu, sakit di mata, dan loyo. Meski begitu, mereka tidak diminta menjalankan tes Covid-19 ulang untuk memastikan telah pulih dari corona.
Adek juga mengonfirmasikan hal itu kepada kepala sekolah anak sulungnya. "Tidak perlu tes. Hasilnya kemungkinan besar akan tetap positif karena baru tujuh hari," ujar Adek, menirukan pesan dari kepala sekolah.
Apabila tidak ada gejala, sekolah tetap mengizinkan K untuk kembali ke belajar tatap muka. Sekolah pun tidak diliburkan apabila ada murid yang positif. Isolasi hanya dilakukan pada murid yang positif.
"Jadilah K dan B pagi ini (8/2) masuk sekolah setelah liburnya 'diperpanjang' sepekan," ujar dia.
Petugas Medis Pantau Kondisi Pasien Setiap Hari
Penanganan yang diterima Adek berbeda saat keluarganya tertular Covid-19 pada pertengahan Desember lalu. Awalnya anak bungsu Adek, B, menjalani tes Covid-19 lantaran ada teman sekolahnya yang terpapar corona. Hasilnya, B positif Covid-19.
Seluruh anggota keluarga Adek ketika itu harus menjalankan isolasi selama 12 hari. Instruksi ini berdasarkan pesan singkat dari dinas kesehatan setempat, New South Wales (NSW) Health. Saat itu penambahan kasus positif Covid harian berkisar 700 kasus.
Ketika itu, petugas kesehatan memberikan layanan secara secara virtual. Usai menerima hasil tes, Adek langsung menerima telepon dari rumah sakit virtual.
Petugas pun selalu memantau kondisi pasien dengan menelepon suara dan video setiap hari. "Mereka menanyakan kondisi anak saya," ujar dia.
Selain itu, Dinas Kesehatan setempat juga menghubungi keluarga Adek. Tujuannya untuk penelusuran kontak erat.
Keluarga Adek juga menerima paket berisi oksimeter dan petunjuk perawatan pasien Covid-19 di rumah. Panduan tersebut menjelaskan penanganan yang harus dilakukan apabila ada gejala berat.
Petugas meminta mereka yang berkontak dekat dengan pasien menjalani tes Polymerase Chain Reaction (PCR) pada hari ke-6 dan ke-12 sejak kontak erat terdeteksi positif.
Pada tes PCR hari ke-6, anak sulung Adek juga positif corona. Saat itu, kasus positif harian sudah melonjak menjadi 5 ribu kasus. Petugas medis tak lagi memantau kondisi kesehatan dengan menelpon dan video call.
Mereka menyampaikan pesan berisi tautan untuk memantau kondisi kesehatan K. Petugas meminta K menjalani isolasi selama 12 hari.
Pemerintah juga tak mengirimkan paket oksimeter kepada K. "Mungkin karena serumah dengan B jadi dianggap tak perlu lagi dikirimkan paket," kata dia.
Perawat dari rumah sakit virtual menganjurkan konsumsi parasetamol apabila ada keluhan. Jika ada keluhan lebih lanjut, keluarga dapat menghubungi ambulans.
Pada hari keempat B positif, Adek sempat menelepon ambulans lantaran jantungnya yang berdetak terlalu cepat. Ia juga mengeluhkan sakit di perut.
Dalam hitungan jam, rumah sakit virtual memberikan tautan Zoom untuk memantau kondisi B secara daring. Tak lama kemudian, petugas paramedik pun mengunjungi rumah Adek.
Meski begitu, petugas memberikan panadol serta memeriksa detak jantung melalui elektrokardiogram.
Hasil pemeriksaan menunjukkan anak Adek dalam kondisi baik. "Mereka berpesan, jika kondisi memburuk, segera kembali panggil ambulans," ujar dia.
Setelah itu, kondisi anak Adek berangsur membaik. B pun memperoleh e-sertifikat bebas dari isolasi, sedangkan K yang tidak mengalami gejala menerima sertifikat pada hari keenam.
Adapun, e-sertifikat bebas isolasi bisa diperoleh tanpa menjalankan tes PCR ulang. "Di sini setelah positif, tidak ada tes PCR lagi," katanya.