ESDM Tak Temukan Bukti Kebocoran Gas Beracun H2S di PLTP Sorik Marapi
Kementerian ESDM menerjunkan tim untuk memeriksa dugaan kebocoran gas Hydrogen Sulfida (H2S) yang berasal dari proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Sorik Marapi. Dari informasi sementara tidak ada paparan H2S yang melebihi ambang batas di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Sorik Marapi-Roburan-Sampuraga (SMRS), Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
"Lokasi sumur dengan warga juga jauh. PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) sudah melaksanakan langkah-langkah sesuai SOP. Ini berbeda sekali dengan tahun lalu," kata Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM, Harris, kepada Katadata.co.id, Selasa (8/3).
Harris mengatakan perlu investigasi lebih lanjut apakah insiden keracunan puluhan warga di Desa Siabanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Mandailing Natal (Madina) karena paparan gas beracun H2S. Investigasi setidaknya dapat dimulai dari pengambilan sampel darah masyarakat.
"Tentu perlu dibuktikan apakah benar karena H2S. Masyarakat yang ke rumah sakit perlu diambil sampel darahnya untuk dianalisis," ujarnya.
Sementara itu, berdasarkan keterangan tertulis PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP), perusahaan juga membantah adanya kebocoran gas H2S pada saat kegiatan uji sumur AAE-05. Hal ini menyusul adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan warga Desa Sibanggor Julu pada 6 Maret lalu.
Menurut pernyataan perusahaan, sebelum memulai pengujian sumur, SMGP telah melakukan sosialisasi dengan masyarakat setempat menggunakan pengeras suara untuk mengumumkan rencana pengujian sumur. Hal ini dilakukan untuk memastikan semua orang di area tersebut mengetahui akan diadakan kegiatan uji sumur.
Usai sosialisasi, SMGP mengevakuasi seluruh personel dan patroli dengan radius 300 meter dan sekaligus memantau perimeter dengan drone untuk memastikan keselamatan semua orang. Selama kegiatan uji sumur, menurut perusahaan, SMGP memantau arah angin dan tingkat gas yang berasal dari sumur melalui gas detector multi-gas.
Adapun gas yang mengalir dari sumur tersebut tidak terdeteksi adanya H2S. Hal tersebut dapat dilihat dari satuan ukur gas H2S dengan catatan 0 part per million (PPM) dan selalu dalam batas paparan yang diizinkan sesuai standar internasional saat melalui sistem abatement (pada sistem ini terdapat 100 liter NaOH yang merupakan teknologi pelarutan H2S) untuk mengurangi paparan gas H2S.
"Hasil ini konsisten dengan uji sumur AAE-02 dan AAE-03 yang sebelumnya berhasil diuji oleh SMGP di well pad yang sama," kata perusahaan.
Berdasarkan wind sock di Pad AAE, menurut SMGP saat pengujian dilakukan, angin bertiup ke arah timur dan timur laut. Sedangkan Desa Sibanggor Julu berada pada elevasi 26 meter dan jarak 397 meter arah selatan dari kegiatan pengujian sumur SMGP.
"Selama kegiatan uji sumur, tidak ada alarm gas SMGP yang berbunyi," kata perusahaan.
Menurut perusahaan, berdasarkan langkah-langkah keamanan dan pemantauan yang diambil, lokasi geografis Desa Sibanggor Julu dan fakta bahwa gas H2S lebih berat daripada udara, sehingga tidak ada indikasi atau bukti yang mendukung klaim paparan gas H2S dari sumur AAE-05 seperti yang telah dilaporkan.
Melansir dari Antara, sebelumnya puluhan warga Desa Sibanggor Julu Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kabupaten Madina, Sumatera Utara dilaporkan terpaksa dilarikan ke Rumah Sakit karena diduga menghirup Hydrogen Sulfida (H2S) yang berasal dari lubang sumur pengeboran PT Sorik Marapi di Wellpad AAE Banjar Manggis pada Minggu (6/3).
Adapun berdasarkan informasi yang diperoleh sekitar 58 warga mendapat perawatan di dua rumah sakit di Panyabungan, yakni 36 orang dirawat di RSUD Panyabungan dan 22 orang lagi di rawat di Rumah Sakit Permata Madina.