Hambatan Distribusi Dinilai Penyebab Harga Minyak Goreng Masih Tinggi
Harga minyak goreng (migor) masih belum merata mengikuti ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET). Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menduga terdapat persoalan distribusi minyak goreng dari produsen ke pedagang di pasar tradisional yang menyebabkan harga migor curah di atas HET.
Pemerintah menetapkan HET sejak 1 Februari 2022 untuk tiga jenis minyak goreng, yakni migor curah senilai Rp 11.500 per liter, migor kemasan sederhana senilai Rp 13.500 per liter, dan migor kemasan premium senilai Rp 14.000 per liter.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga rata-rata minyak goreng curah nasional ada di sekitar level Rp 13.609 per liter. Harga migor curah tertinggi di Provinsi Maluku Utara, yakni Rp 19.600 per liter. Adapun harga terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur senilai Rp 10.800 per liter.
Harga minyak goreng curah di DKI Jakarta mencapai Rp 15.000 per liter. Harga ini sama dengan harga migor yang dinikmati masyarakat di Provinsi Papua. "Di beberapa pasar masih ada di angka Rp 17 ribu (per liter) sampai Rp 18 ribu (per liter), bahkan yang tertinggi ada di Rp 20 ribu (per liter)," kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarjowan kepada Katadata.co.id, Selasa (8/3).
Reynaldi mempertanyakan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto terkait pendistribusian migor pada Januari 2022. Saat itu, Airlangga menyatakan akan mendistribusikan 1,2 miliar liter migor ke pasar dalam enam bulan ke depan.
Oleh karena itu, Reynaldi menduga masih tingginya harga minyak goreng curah karena persoalan distribusi. Reynaldi meminta agar Kementerian Perdagangan (Kemendag) membanjiri pasar tradisional dengan migor curah agar kestabilan harga tercapai.
"Memang di distribusi harus ada intervensi dari pemerintah secara tegas, melihat empat bulan lebih ini tidak ada penyelesaian apa pun terhadap minyak goreng," ujar Reynaldi.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) meramalkan Kebutuhan minyak goreng 2022 adalah 5,7 kiloliter yang terdiri dari kebutuhan rumah tangga sebesar 3,9 juta kiloliter dan kebutuhan industri sebesar 1,8 juta kiloliter. Secara rinci, kebutuhan rumah tangga terbagi menjadi tigak produk, yakni kemasan premium sebesar 1,2 juta kiloliter, kemasan sederhana sebanyak 231 ribu kiloliter, dan migor curah sejumlah 2,4 juta kiloliter.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan dalam sebuah seminar mengatakan harga minyak goreng dalam proses stabilisasi dengan penerapan kebijakan baru yakni domestic market obligation (DMO) yaitu mewajibkan untuk memenuhi pasar dalam negeri dan domestic price obligation (DPO) atau mewajibkan memenuhi harga eceran tertinggi (HET) minyak di pasar.
Selama ini produsen minyak goreng dalam negeri membeli CPO sebagai bahan baku minyak nabati dengan harga global. Adapun masih sangat sedikit produsen minyak goreng yang terintegrasi langsung atau memiliki lahan kebun kelapa sawitnya sendiri.