Jokowi Nilai Konflik Rusia-Ukraina Makin Rumit, Potensi Krisis Global
Rusia mencaplok empat wilayah Ukraina melalui referendum. Presiden Joko Widodo pun menilai referendum tersebut akan merumitkan konflik Rusia dan Ukraina dan akan berdampak pada perekonomian global.
Dari hasil referendum, Rusia menguasai empat wilayah Ukraina, yakni Donetsk, Zaporizhzhia, Kherson, dan Lugansk.
"Imbasnya akan membuat ekonomi menjadi makin rumit,” kata Jokowi di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (29/9).
Jokowi mengatakan kondisi ini semakin sulit memprediksi kondisi perekonomian. Kepala Negara juga tak mengetahui kapan perang antara Rusia dan Ukraina akan selesai.
Mantan Wali Kota Solo itu menyatakan kondisi global sedang dipenuhi ketidakpastian. Saat ini, seluruh negara tengah menghadapi kesulitan.
Selain itu, muncul pula ancaman krisis pangan. Dia menyebutkan 19.700 orang setiap hari meninggal karena kelaparan.
Kemudian, krisis energi juga melanda berbagai negara. Indonesia pun turut menyesuaikan harga BBM di tengah kenaikan harga komoditas energi.
Meski begitu, Jokowi menyatakan harga BBM di Indonesia masih lebih rendah dari negara lainnya. "Negara lain sampai 30 ribu, 24 ribu. Gas bisa naik 500%," ujar dia.
Tak hanya itu, krisis finansial di Inggris juga berdampak pada nilai tukar di seluruh negara. Nilai tukar rupiah juga tidak luput dari depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat.
Jokowi memperkirakan, tahun depan situasi global akan gelap. "Kita tidak tahu badai besarnya seperti apa, sekuat apa," ujar dia.
Dengan kondisi tersebut, inflasi telah melonjak di berbagai negara. Untuk itu, Kepala Negara meminta pemerintah pusat, pemerintah daerah, hingga kementerian/lembaga untuk bekerja sama mengatasi inflasi.
"Kalau Covid-19 bisa bersama-sama urusan inflasi ini kita harus bersama-sama," katanya.
Sebelumnya, Uni Eropa mengusulkan sanksi putaran kedelapan terhadap Rusia. Hukuman terbaru diberikan usai Rusia mencaplok empat wilayah Ukraina dalam sebuah referendum.
Hukuman terbaru akan berisi pembatasan perdagangan yang lebih ketat, pemberlakuan batas harga minyak bagi negara ketiga, dan lebih banyak daftar hitam bagi individu tertentu.
"Kami tidak menerima referendum palsu atau aneksasi dan kami bertekad membuat Kremlin membayar atas eskalasi ini," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pada Rabu (28/9) dikutip dari Reuters.