Ahli IT Sebut Data Aplikasi MyPertamina yang Dibocorkan Bjorka Valid
Hacker Bjorka kemarin kembali mengklaim membocorkan 44,2 juta data dari aplikasi MyPertamina. Chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center Pratama Persadha mengungkapkan bahwa data tersebut valid.
"Ketika sampel datanya dicek secara acak dengan aplikasi ”GetContact”, maka nomor tersebut benar menunjukan nama dari pemilik nomor tersebut," kata Pratama, Kamis (10/11).
Selain itu pengecekan NIK lewat aplikasi Dataku juga cocok. "Berarti sampel data yang diberikan oleh Bjorka merupakan data yang valid," ujar Pratama.
Pratama mengatakan bahwa sebelumnya Bjorka memang sudah berjanji untuk membocorkannya ke publik.
Data yang diklaim oleh Bjorka berjumlah 44,237,264 baris dengan total ukuran mencapai 30 GB bila dalam keadaan tidak dikompres. Data sampelnya dibagi menjadi 2 file yaitu data transaksi dan data akun pengguna.
Hacker itu menyebut data yang bocor tersebut terdiri dari nama, email, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nomor handphone, alamat, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, pendapatan (harian, bulanan, tahunan), dan lainnya.
Data tersebut diunggah pada hari yang sama pukul 10.31 WIB oleh anggota forum situs breached.to.
Bjorka menjual data tersebut dengan harga US$ 25.000 atau setara dengan Rp 392 juta. Ia hanya menerima pembayaran menggunakan Bitcoin.
Pratama mengatakan bahwa sampai saat ini sumber datanya masih belum jelas.
Namun, terkait keaslian data hanya Pertamina sendiri yang bisa menjawabnya. Karena aplikasi ini dibuat oleh Pertamina yang juga memiliki dan menyimpan data ini.
Menurutnya, jalan terbaik harus dilakukan audit dan investigasi digital forensic untuk memastikan kebocoran data ini dari mana.
"Perlu dicek dahulu sistem informasi dari aplikasi MyPertamina yang datanya dibocorkan oleh Bjorka," katanya. Apabila ditemukan lubang keamanan, berarti kemungkinan besar memang terjadi peretasan dan pencurian data.
Bila pengecekan yang menyeluruh dan digital forensic tidak ditemukan celah keamanan dan jejak digital peretasan, "ada kemungkinan kebocoran data ini terjadi karena insider atau data ini bocor oleh orang dalam," ujar Pratama.
Pratama mengatakan bila data MyPertamina ini benar, maka berlaku pada Pasal 46 UU PDP ayat 1 dan 2. Yang menjelaskan bahwa dalam hal terjadi kegagalan perlindungan data pribadi maka pengendali data pribadi wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis, paling lambat 3 x 24 jam.
Pemberitahuan itu disampaikan kepada subyek data pribadi dan Lembaga Pelaksana Pelindungan Data Pribadi (LPPDP).
"Pemberitahuan minimal harus memuat data pribadi yang terungkap, kapan dan bagaimana data pribadi terungkap, upaya penanganan dan pemulihan atas terungkapnya oleh pengendali data pribadi," jelas Pratama.
Ia menambahkan saat ini yang terpenting adalah segera membentuk lembaga pengawas PDP. "Ini sudah diamanatkan UU PDP agar presiden membentuk Komisi PDP setelah UU berlaku," ujar Pratama.
Pratama mengatakan bahwa komisi PDP tidak hanya mengawasi namun juga melakukan penegakan aturan serta menciptkan standar keamanan tertentu dalam proses pengolahan pemrosesan data.
"Dalam kasus kebocoran data seperti MyPertamina ini, bila ada masyarakat yang dirugikan bisa nantinya melakukan gugatan lewat Komisi PDP," kata Pratama.
Sementara itu, Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Irto Ginting menyatakan Pertamina dan Telkom sedang melakukan investigasi bersama untuk memastikan keamanan data dan informasi terkait itu.
Adapun, tindakan Bjorka ini melanggar Pasal 67 UU Perlindungan Data Pribadi sebagai berikut:
1. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian pemilik data dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar;
2. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4 miliar;
3. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk tim darurat. Tim darurat itu terdiri Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Sandi dan Siber Negara (BSSN), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Polri.
Namun, Deputi Bidang Strategi dan Kebijakan Keamanan Siber dan Sandi BSSN Irjen Pol. Dono Indarto mengatakan, penelusuran Bjorka diserahkan kepada penegak hukum. "Jadi apa yang muncul, isu, dan lainnya, sudah diserahkan kepada penegak hukum," katanya di kantor Google Indonesia, Selasa (25/10).
Dia juga mengatakan bahwa pemerintah masih mengkaji data yang dicuri oleh hacker Bjorka. “Banyak sekali data yang bersifat umum, sehingga kami belum bisa mengatakan ini kebocoran data,” kata Dono.