Langkah Chairul Tanjung Merawat Bisnis Bank di Bawah Satu Payung
Perusahaan milik pebisnis Chairul Tanjung, PT Mega Corpora berencana membeli 3,08 miliar saham atau setara 73,71% sahamB ank Harda Internasional. Aksi korporasi ini akan menambah koleksi bank milik Mega Corpora, yaitu Bank Mega dengan porsi 58,01% saham, Bank Mega Syariah sebesar 99,99% dan beberapa bank daerah.
Selain Bank Mega dan Bank Mega Syariah, Mega Corpora juga memiliki saham di bank lain yaitu BPD Sulawesi Utara sebesar 24,74% dan BPD Sulawesi Tengah sebesar 24,9%. Mega Corpora juga memiliki bisnis lainnya di bidang jasa keuangan, mulai dari sekuritas, pembiayaan, asuransi umum, asuransi jiwa, aset manajemen, bahkan platform digital.
Dengan akuisisi ini, Mega Corpora tidak berencana menggabungkan Bank Harda dengan Bank Mega atau Bank Mega Syariah. "Menurut rencana Mega Corpora, Bank Harda tidak akan dimerger dengan Bank Mega," kata Direktur Utama Bank Mega Kostaman Thayib kepada Katadata.co.id, Rabu (4/11).
Namun, Kostaman tak memberikan penjelasan lebih lanjut. Sedangkan berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata.co.id, berbagai bank yang dimiliki Chairul Tanjung tersebut akan berdiri sendiri, namun bernaung di bawah satu induk.
Rencananya, Bank Mega yang akan diplot sebagai induk usaha bisnis bank grup CT Corp tersebut. Bahkan, tak berhenti di Bank Harda, kelompok usaha CT ini dikabarkan masih membidik bank lain, khususnya bank syariah. "Masih dalam proses negosiasi," kata seorang bankir yang mengetahui proses tersebut.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, Mega Corpora saat ini memang fokus meningkatkan kontribusi pada segmen jasa keuangan. Sehingga, dengan diakuisisinya Bank Harda tersebut, bisa menambah portofolio perusahaan dalam bisnis perbankan.
Okie menilai, bila Bank Mega menggabungkan Bank Harda dengan Bank Mega, maka dapat meningkatkan aset bank hasil merger. Total aset Bank Mega senilai Rp 99,23 triliun per Juni 2020. Sedangkan total aset Bank Harda tercatat senilai Rp 2,2 triliun.
Selain itu, bank hasil penggabungan berpeluang meningkatkan modal inti, sebagai langkah awal naik kelas ke bank umum kegiatan usaha (BUKU) IV yang bermodal inti minimal Rp 30 triliun.
Setidaknya, Bank Mega memiliki modal inti senilai Rp 14,73 triliun per Juni 2020, masuk BUKU III. Sedangkan modal inti Bank Harda senilai Rp 290,88 miliar per September 2020 atau masih berada pada BUKU I.
"Kami melihat ini menjadi strategi dari Bank Mega dalam jangka panjang dimana proses akuisisi tersebut tentunya menjadi salah satu jalan bagi Bank Mega menuju BUKU IV," kata Okie kepada Katadata.co.id, Rabu (4/11).
Berdasarkan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh manajemen Bank Harda, Senin (2/11), dijelaskan, tujuan akuisisi ini untuk mendukung kebijakan perbankan Indonesia dan mengembangkan Bank Harda menjadi bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku baik dari segi operasional maupun permodalan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang mendorong industri perbankan untuk berkonsolidasi, salah satunya dengan menaikkan persyaratan modal inti minimum perbankan dari Rp 100 miliar menjadi Rp 3 triliun secara bertahap hingga 2023 mendatang. Tahun ini, modal inti minimal Rp 1 triliun.
Sehingga, bila Bank Harda dan Bank Mega tidak digabungkan, perlu ada penambahan modal inti untuk Bank Harda agar memenuhi syarat OJK tersebut. Pasalnya, Bank Harda masih perlu suntikan modal Rp 709,11 miliar lagi agar mencapai Rp 1 triliun tahun ini.
Katadata.co.id sudah mencoba menghubungi Direktur Bank Harda Yohanes Sutanto untuk menanyakan langkah penambahan modal oleh Mega Corpora. Salah satu langkah yang bisa ditempuh Bank Harda dalam penambahan modal, melalui skema penerbitan saham baru alias rights issue. Namun, Yohanes belum merespons pertanyaan Katadata.co.id.
Yohanes juga belum memberikan respons terkait dengan permintaan konfirmasi terkait dengan kabar yang beredar, di mana Mega Corpora ingin mentransformasi Bank Harda menjadi bank digital. Pemanfaatan teknologi digital pada perbankan ini, sejalan dengan tujuan OJK mengkonsolidasikan perbankan dengan cara meningkatkan modal inti.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan konsolidasi perbankan ini merupakan upaya agar perbankan lebih kompetitif. Konsolidasi bisa menawarkan produk yang bervariasi dan murah tapi memiliki kualitas yang bagus. Sehingga, bank memberikan pelayanan yang nyaman kepada nasabah dengan harga murah.
"Itu semua produknya harus didukung dengan teknologi, tanpa itu akan sulit bersaing. Sehingga, untuk bisa bersaing ini tidak mungkin skalanya kecil. kalau skala kecil pasti tidak kompetitif," kata Wimboh dalam konferensi pers secara virtual, Senin (2/11).
Seperti BCA yang selain mengakuisisi Bank Interim, BCA juga mengakuisisi Bank Royal sejak tahun lalu. Bank Royal pun berganti nama menjadi Bank Digital BCA. Dari namanya, kita tahu arah bisnis bank yang akan memiliki modal inti sebesar Rp 1,3 triliun tersebut.
Bank Artos yang berganti nama menjadi Bank Jago juga baru saja diakuisisi oleh duo pengusaha Jerry Ng dan Sugito Walujo melalui bendara masing-masing yaitu PT Metamorfosis Ekosistem Indonesia (MEI) dan Wealth Track Technology Limited (WTT).
Oleh pemilik barunya, Bank Jago pun disulap menjadi salah satu bank berbasis teknologi dan membuka peluang untuk berkolaborasi dengan finansial teknologi (fintech).
"Sekaligus menyongsong ekonomi digital yang mampu memenuhi kebutuhan nasabah dengan mengoptimalkan teknologi,” kata Direktur Kepatuhan Bank Artos Tjit Siat Fun, Kamis (11/6).