Perbaikan Data Pekerjaan AS Tekan Rupiah Kian Mendekati Rp 14.500/US$

Agatha Olivia Victoria
30 Maret 2021, 10:31
rupiah, amerika serikat,
ANTARA FOTO/REUTERS/Carlo Allegri/AWW/dj
Warga mengantre di depan stadion Yankee untuk mendapatkan vaksin ditengah pandemi penyakit akibat virus corona (COVID-19) di kawasan Bronx, Kota New York, New York, Amerika Serikat, Jumat (5/2/2021).

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat kembali dibuka melemah pada perdagangan Selasa (30/3). Rupiah dibuka  Rp 14.450 per dolar AS atau melemah 0,07% dibandingkan penutupan kemarin.

Mayoritas mata uang Asia juga melemah pagi ini. Yen Jepang turun 0,08%, dolar Hong Kong 0,01%, dolar Singapura 0,04%, won Korea Selatan 0,15%, peso Filipina 0,02%, rupee India 0,22%, yuan Tiongkok 0,01%, ringgit malaysia 0,06%, dan baht Thailand 0,04%.

Analis Binaarthaa Sekuritas memperkirakan rupiah akan terus melemah hari ini sebagai dampak pengumuman data perubahan pekerjaan. "Data US ADP Non-Farm Employment Change diproyeksikan bagus," ujar Nafan kepada Katadata.co.id, Selasa (30/3).

Data US ADP Non-Farm Employment change merupakan perkiraan data perubahan pekerjaan AS di luar bidang pertanian dan pemerintahan. Data tersebut dirilis satu atau dua hari sebelum data Non-Farm Employment Change.

Nafan menyebutkan, belum terdapat data ekonomi makro domestik yang bisa memberikan pengaruh signifikan terhadap rupiah. Namun, kemajuan vaksinasi di dalam negeri bisa membatasi pelemahan rupiah.

Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk Rully Arya memperkirakan bahwa secara teknikal rupiah bergerak di antara Rp 14.405-14.458 per dolar AS. Potensi tersebut dipengaruhi oleh pergerakan mata uang Negeri Paman Sam yang masih mengalami tren kenaikan.

Indeks dolar AS saat ini telah berada di posisi 92,91. "Hal ini didorong oleh ekspektasi terus membaiknya perekonomian AS," kata Rully kepada Katadata.co.id, Selasa (30/3).

Menurut Rully, perbaikan ekonomi Negeri Adidaya terkonfirmasi dari perbaikan data pengangguran mingguan AS pada pekan lalu. Data klaim tunjangan pengangguran AS pada pekan lalu turun menjadi 684 ribu klaim dari pekan sebelumnya 781 ribu klaim dan juga estimasi 735 ribu klaim.

Selain itu, stimulus fiskal AS dinilai cukup agresif sehingga melemahkan nilai tukar negara berkembang.  Paket stimulus terbesar dalam sejarah AS sebesar US$ 1,9 triliun atau setara Rp 27 ribu triliun akan segera cair dalam waktu dekat.

Lebih dari 20 juta tenaga kerja di Amerika Serikat kehilangan pekerjaan selama pandemi Covid-19, yang mayoritas terjadi pada April 2020. Pekerjaan-pekerjaan baru sudah muncul kembali, tetapi jumlahnya baru sekitar 12,5 juta hingga Februari 2021.

Pemerintah AS mengeluarkan paket stimulus ekonomi US$ 1,9 triliun dan mempercepat program vaksinasi virus corona. Kedua langkah tersebut diperkirakan mampu menciptakan lapangan kerja bagi tiga juta orang dan memulihkan perekonomian AS. Berikut grafik dalam databoks:



Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sempat mewaspadai dampak percepatan pemulihan ekonomi AS seiring guyuran stimulus jumbo tersebut. "Dengan stimulus US$ 1,9 triliun pasti akan mendorong pertumbuhan ekonomi AS, tetapi pada saat yang sama pasar keuangan cemas," ujar Sri Mulyani dalam Fitch Indonesia Conference 2021, Rabu (24/3).

Dia menilai, pasar keuangan khawatir dengan lonjakan inflasi di Negeri Paman Sam yang memicu kenaikan imbal hasil alias yield surat utang AS sejak akhir Januari 2021. Akibatnya, arus modal keluar dari pasar negara berkembang. "Ini semua perlu diwaspadai karena akan berpengaruh signifikan terhadap Indonesia," katanya.

Ia menjelaskan, yield obligasi AS sudah naik 85% dari 0,9% pada Januari 2021 menjadi 1,7% pada Maret. Ini turut berdampak pada kenaikan yield imbal hasil surat utang negara-negara berkembang.

Bendahara Negara mencontohkan, yield obligasi tenor 10 tahun Rusia  naik 29% dan Filipina 48%. Sementara, imbal hasil surat berharga negara RI hanya meningkat 11%. "Pertama kalinya juga imbal hasil Indonesia lebih rendah dari Filipina," ujar dia.

Dirinya mengatakan akan terus memperhatikan berbagai kebijakan yang dapat berpengaruh pada kenaikan imbal hasil obligasi. Pemerintah juga akan terus berupaya menurunkan kepemilikan asing pada surat utang Indonesia agar pasar keuangan domestik lebih stabil. Saat ini, porsi asing terhadap SBN turun dari 38% pada saat taper tantrum 2013 menjadi sekitar 30%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...