Surplus Neraca Dagang September Menyusut Jadi US$ 4,99 Miliar
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca dagang bulan September menyusut menjadi US$ 4,99 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 5,7 miliar. Penurunan tersebut seiring nilai ekspor yang turun karena koreksi harga komoditas.
Nilai ekspor pada bulan lalu sebesar US$ 24,8 miliar, turun 10,99% dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan tersebut lebih besar dibandingkan nilai impor yang turun 10,58% menjadi US$ 19,81 miliar.
"Neraca dagang ini membukukan surplus selama 29 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers secara daring, Senin (17/10).
Neraca perdagangan komoditas nonmigas mencatatkan surplus sebesar US$ 7,09 miliar. Terutama dari komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati serta besi dan baja. Sementara neraca dagang untuk migas masih mencatat defisit US$ 2,10 miliar utamanya untuk komoditas minyak mentah dan hasil minyak.
Indonesia mencatatkan surplus dagang terbesar untuk nonmigas dengan Amerika Serikat sebesar US$ 1,25 miliar pada bulan lalu. Surplus ini berasal dari mesin dan perlengkapan elektrik, alas kaki serta lemak dan minyak hewan nabati. Selain itu, Indonesia juga mencatatkan surplus dengan India sebesar US$ 1,21 miliar serta dengan Filipina US$ 1,13 miliar.
Sebaliknya, defisit perdagangan terbesar bulan lalu dengan Australia sebesar US$ 647,5 juta, terutama dari bahan bakar minyak, serealia serta logam mulia dan perhiasan. Indonesia juga mencatatkan defisit perdagangan dengan Thailand US$ 334 juta serta Brasil US$ 263 juta.
Ekspor turun 10,99% secara bulanan karena penurunan sejumlah harga komoditas unggulan Indonesia utamanya minyak kelapa sawit (CPO). Nilai ekspor komoditas lemak dan minyak hewan nabati turun 31,91%, ekspor pakaian dan aksesorisnya turun 30,75%, seri ekspor besi dan baja yang terkoreksi 5,87%.
Secara sektoral, ekspor secara bulanan turun untuk komoditas migas, pertanian dan barang hasil industri pengolahan. Namun ekspor untuk komoditas pertambangan masih tumbuh.
Kinerja impor September juga turun, tetapi tidak sedalam ekspor. Nilai ekspor September sebesar US$ 19,81 miliar, turun 10,58% secara bulanan. Penurunan nilai impor tersebut utamanya komoditas besi dan baja sebesar 25,57%, impor mesin dan perlengkapan elektronik turun 11,45% dan mesin dan peralatan mekanis 6,65%. Impor migas juga turun 7,44%.
Secara kumulatif, neraca dagang Indonesia sudah mencatatkan surplus US$ 39,87 miliar dalam sembilan bulan terakhir. Angka ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu US$ 25,10 miliar.
Sejumlah ekonom sebelumnya memperkirakan surplus neraca dagang akan menurun pada September, terutama seiring lesunya kinerja ekspor. Nilai ekspor diperkirakan menyusut seiring penurunan harga komoditas terutama CPO, tetapi masih tertolong kenaikan harga batu bara.
Dari sisi impor diperkirakan meningkat seiring pemulihan ekonomi domestik yang berlanjut. Kinerja manufaktur domestik juga makin ekspansif sehingga mendorong peningkatan ekspor khususnya bahan baku penolong dan barang modal.