Ekonomi Tumbuh 2,6%, Apakah Amerika Benar-benar Lepas dari Resesi?
Ekonomi Amerika Serikat berhasil tumbuh mengesankan di atas ekspektasi pasar, sebesar 2,6% secara tahunan pada kuartal ketiga tahun ini. Meski begitu, negara dengan ekonomi terbesar dunia itu kemungkinan masih akan menghadapi risiko resesi dalam jangka pendek di tengah suku bunga yang kini sudah tinggi.
Perekonomian AS tumbuh 2,6% pada kuartal ketiga, pertama kalinya tumbuh positif sepanjang tahun ini. Pertumbuhan tersebut merupakan pembalikan setelah ekonomi AS menghadapi resesi teknikal sepanjang paruh pertama tahun ini.
Pada kuartal pertama, ekonomi terkoreksi 1,6% yang berlanjut dengan kontraksi 0,6% pada kuartal kedua. Realisasi pertumbuhan ekonomi ini juga di atas perkiraan Dow Jones 2,3%.
Presiden AS Joe Biden menyambut positif data tersebut. "Ini bukti lebih lanjut bahwa pemulihan ekonomi kita harus berlanjut," ujarnya dikutip dari CNN Internasional, Jumat (28/10).
Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS menyebut pertumbuhan bersumber dari ekspor, konsumsi, investasi tetap non perumahan, belanja pemerintah. Ekspor bahkan tumbuh dua digit hingga 14,4%. Namun, investasi tetap residensial dan investasi oleh swasta menurun.
Penyumbang utang kenaikan ekspor berasal dari pengiriman minyak dan produk tidak tahan lama, serta barang modal non otomotif. Ekspor jasa terutama untuk jasa keuangan dan kesehatan meningkat.
"Kami tidak berharap kekuatan ini akan bertahan," kata kepala ekonom Amerika Utara di Capital Economics Paul Ashworth dikutip dari CNBC Internasional.
“Ekspor akan segera memudar dan permintaan domestik semakin tertekan di bawah beban suku bunga yang lebih tinggi. Kami memperkirakan ekonomi akan memasuki resesi ringan pada paruh pertama tahun depan," ujar Ashworth.