Kami Belum Pakai Uang IPO, tapi Performa Sudah Tumbuh

Sorta Tobing
27 Desember 2021, 10:23
CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin
Katadata/Ilustrasi: Joshua Siringo-Ringo
CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin.

Bukalapak jadi fenomena di bursa saham tahun ini. Saat IPO Agustus lalu, all-commerce ini mencetak sejarah IPO unicorn pertama di Indonesia dengan rekor dana yang dihasilkan Rp 21,9 triliun.

Animo investor sangat tinggi, sehingga mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) sekitar 8,7kali. Ada hampir 100 ribu investor yang mengoleksi saham Bukalapak.

Advertisement

Namun, belakangan harga saham berkode BUKA ini terus merosot hingga jatuh di bawah harga IPO Rp 850 per saham. Pada 22 Desember lalu, harga BUKA hanya Rp 446.

Padahal, dalam empat bulan terakhir sejak IPO, menurut Chief Executive Officer atau CEO Bukalapak Rachmat Kaimuddin, kas perusahaan naik berpuluh-puluh kali lipat. Pendapatan juga naik dan laba membaik. “Semua matriks menunjukkan membaik,” katanya dalam wawancara khusus dengan Tim Katadata.co.id selama lebih dua jam, medio Desember lalu.

Bagaimana strategi manajemen meningkatkan kinerja usaha dan harga saham Bukalapak ke depan? Berikut petikan wawancaranya.

Bukalapak
Bukalapak (Bukalapak)

IPO Bukalapak apakah sudah direncanakan jauh-jauh hari?

Sejak saya masuk (Desember 2019) sebenarnya sudah ada keinginan untuk IPO. Salah satu keinginan saya adalah mempersiapkan Bukalapak menjadi IPO ready, artinya dari sisi tata kelola, infrastruktur perusahaan, dan sebagainya. Untuk waktunya, kami selalu melihat momen yang tepat.

Persiapannya tidak lama-lama banget. Hitungan bulan. Tapi pemikirannya butuh waktu lama. Ada pertimbangan-pertimbangan tertentu. 

Jadi dari sisi pemikiran, kami sudah memikirkannya cukup lama. Dari sisi, OK, we think it’s the time to pull the trigger, 2021 looks good.

Seperti apa kompleksitas proses IPO unicorn?

Yang membedakan adalah exposure karena kami unicorn Indonesia. Terus mungkin produknya dipakai banyak orang, namanya sangat dikenal, ini jadi perhatian masyarakat.

Saya pernah bekerja di perusahaan publik tapi jumlah konsumennya tidak sebesar Bukalapak. Nah, sekarang ibaratnya namanya sudah besar, perhatian orang juga besar. 

Kami belum melakukan apa-apa, banyak orang sudah bertanya kapan (IPO). Dari situ sudah ada tantangannya. 

Kami sangat berpegang teguh dengan prosesnya dan itu sangat strict. Kalau sudah submit (dokumen), kami masuk ke quiet time. Kami tidak boleh ngomong kalau mau listing.

Bukalapak tidak melewati proses pra-IPO?

We didn’t take that offer. Kami tidak memakai instrumen apa pun seperti itu. 

Bagaimana animo investor saat penawaran saham Bukalapak?

Animonya luar biasa. Kami senang sekali. Jadi saat melakukan pricing, kami sangat percaya diri sebenarnya, antara Rp 750 ke Rp 850 per saham. Kami merasa ini harga yang fair dan permintaannya sangat kuat di Rp 850.

Jadi, yang pertama kami lihat adalah harga. Yang kedua adalah demand. Kami memasang harga tersebut (harga IPO Rp 850) dengan anggapan masih oversubscribe. Ini karena kami ingin melihat mekanisme pasar.

Investor-investor Bukalapak sebelum IPO sangat suportif dengan IPO ini. Kami minta mereka lockup (saham) delapan bulan. Tidak ada kewajiban sebenarnya. Tapi mereka mau lockup 90% sahamnya, jadi hanya 10% boleh mereka jual.

Jadi pemegang saham lama yang menjual (saat IPO) itu hanya 3%-an (dari total pemegang saham Bukalapak).

Apa yang membedakan siapa yang boleh jual, siapa yang wajib lockup?

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement