Syarat Menjadi Badan Penyangga Gas Harus BUMN
KATADATA ? Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut syarat utama untuk menjadi badan penyangga adalah bentuk kelembagaannya harus badan usaha milik negara. Ini penting, karena badan penyangga ini yang akan mengimplementasikan langsung kebijakan tata kelola gas bumi.
"Kita lihat dulu, selama ini konsep awalnya BUMN," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (22/7).
Wiratmaja mengatakan hingga saat ini pemerintah masih mengkaji mengenai peran dan fungsi badan penyangga ini, termasuk dasar hukumnya. Ketentuan mengenai hal ini akan masuk dalam revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (Migas) yang sedang dibahas.
Pemerintah juga menyiapkan peraturan presiden (perpres) sebagai dasar hukum badan penyangga ini. Rancangan aturan ini merupakan penyempurnaan Keputusan Menteri ESDM No. 2700 K/11/MEM/2012 tentang Rencana Induk Jaringan Transmisi Dan Distribusi Gas Bumi Nasional Tahun 2012-2025.
Pembahasan awal, Rancangan Perpres Tata Kelola Gas Bumi ini akan mengatur pembagian area usaha distribusi badan penyangga gas. Pembagian area distribusi gas bumi diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih antara badan usaha satu dengan lainnya.
Selain itu, perpres ini juga akan mengatur pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan untuk pengembangan suatu daerah atau kawasan. Pemerintah akan membangun terminal penerimaan skala kecil (mini receiving terminal) untuk daerah yang keekonomiannya rendah. Sementara untuk daerah pedalaman, pemerintah akan membangun infrastrukturnya dan pengelolaannya diserahkan kepada swasta.
Dua BUMN migas, PT Pertamina (Persero) PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., sudah menyatakan kesiapannya untuk menjadi badan penyangga gas. Bahkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) yang bukan merupakan badan usaha pun berkeinginan untuk menjadi badan penyangga.
Kepala BPH Migas Andi Noor Someng mengatakan akan mengubah kelembagan BPH Migas menjadi badan usaha. "Mungkin (BPH Migas) akan jadi agregator. Kalau jadi BUMN pastinya BUMN khusus, kan kasihan nanti sama Pertamina atau PGN," kata dia.
Salah satu alasan BPH Migas menjadi agregator adalah untuk mengurangi konflik kepentingan antara operator dan regulator. Nantinya, fungsi BPH Migas akan sebagai regulator, dan badan usaha lain sebagai operator. Adapun badan usaha yang menjadi operator jumlahnya lebih dari satu.
Meski menjadi regulator, kata Andi, fungsi pembuat kebijakan tetap akan berada di tangan pemerintah. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk menentukan standar aturan, mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh agregator gas. Fungsi regulator hanya mengatur kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah.
"Kalau prinsipnya, ada tiga pilar yang masih dipertahankan. Itu bagus, tidak mungkin ada bentrok. Ada pembuat kebijakan, badan pengatur dan badan usaha," ujar dia.
Tugas badan penyangga gas selain penentu harga, juga mengatur berapa volume gas yang akan diimpor dan diproduksi. Badan penyangga juga akan mengatur siapa pelaku industri yang bisa bermain di bisnis gas ini. "Kalau tidak, siapa yang akan atur? Mirip zaman purba begitu?," ujar dia.