Komisi VII Akan Revisi Kebijakan Energi Nasional
KATADATA ? Komisi VII DPR berencana merevisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014. Beberapa poin dalam KEN dianggap tidak jelas dan perlu diperbaiki.
Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika menyatakan keseriusannya terhadap rencana ini, meski belum ada pembahasan di DPR mengenai apa yang perlu direvisi. Dia mengatakan DPR akan memperjelas dan menambahkan beberapa poin yang ada dalam KEN. Dalam waktu dekat, pihaknya akan mengundang Dewan Energi Nasional (DEN) untuk menyampaikan poin-poin dalam KEN.
Saking seriusnya Komisi VII dengan rencana ini, Kardaya meminta DEN tidak menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang KEN untuk merumuskan Rancangan Umum Energi Nasional (RUEN). Setelah KEN direvisi dengan masukan dari DPR, barulah bisa dijadikan referensi RUEN.
"KEN mau direview lagi, tidak jadi referensi (RUEN) dulu. Yang baru saja (nanti) yang jadi referensi. Karena ada beberapa hal yang tadinya tidak jelas jadi agak bingung," ujar Kardaya dalam Dialog Energi yang diadakan DEN di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (17/9).
Pernyataan Kardaya ini sempat membuat ketegangan dalam suasana dialog tersebut. Anggota DEN Alexander Sonny Keraf menolak permintaan DPR merevisi KEN. KEN baru satu tahun ditetapkan, bahkan penyusunannya membutuhkan waktu lima tahun. Tidak bisa dengan begitu saja direvisi.
Sonny mengatakan masih banyak Undang-Undang dan aturan lain yang lebih penting untuk direvisi DPR ketimbang PP 79/2014. Selain poin-poin yang direvisi tidak jelas, revisi KEN akan membuat jadwal penetapan RUEN molor. Sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2014, RUEN ditetapkan paling lambat satu tahun setelah PP 79/2014 diterbitkan. Rencananya DEN akan menerbitkan RUENpada rapat paripurna DEN bulan depan.
Menurut Sonny, ada kepentingan lain sehingga DPR ingin merevisi KEN. ?Tujuannya dugaan saya adalah para pedagang minyak yang terganggu jika kita berhasil mengembangkan EBT (energi baru dan terbarukan). Jika kita berhasil, maka pangsa pasar energi fosil minyak, gas dan seterusnya berkurang,? ujarnya.
Dalam KEN, porsi EBT dalam bauran energi nasinal dinaikkan hingga lebih besar dari porsi minyak. Selain itu, pelaku usaha minyak juga tidak bisa lagi menjual minyaknya ke luar negeri, karena ekspornya akan dibatasi. Makanya KEN dianggap akan mengganggu bisnis minyak yang selama ini mendominasi kebutuhan energi nasional.
"Kalau Ketua Komisi VII bilang itu, ini berbahaya,? ujar Anggota DEN lainnya, Rinaldi Dalimi.