Defisit Anggaran 2015 Terancam Tembus 3 Persen dari PDB
KATADATA - Kekurangan atau selisih antara realisasi dengan target penerimaan (shortfall) pajak pada akhir tahun nanti terancam membengkak hingga 20 persen atau sekitar Rp 259 triliun. Akibatnya, defisit anggaran negara tahun ini berpotensi melebihi 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Padahal, Undang-Undang Keuangan Negara No.17 tahun 2003 membatasi defisit anggaran maksimal 3 persen dari PDB.
Per 27 November 2015, penerimaan pajak mencapai Rp 837,9 triliun. Jumlahnya baru sekitar 64,75 persen dari target penerimaan pajak, di luar migas, dalam APBN Perubahan 2015 sebesar Rp 1.294 triliun. Dalam pesan singkatnya kepada para wartawan, Selasa malam (1/12), terkait pengunduran diri sebagai Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito mengaku tidak mampu mencapai target penerimaan pajak. Yaitu, realisasi penerimaan yang dapat dapat ditolelir di atas 85 persen dari target tahun ini. Ia menghitung, realisasi penerimaan pajak sampai akhir tahun nanti sekitar 80 persen hingga 82 persen dari target.
Berdasarkan taksiran itu, defisit anggaran tahun ini minimal sekitar 2,8 persen dan maksimal 3,07 persen dari PDB. Perhitungan itu sudah dengan asumsi penyerapan belanja negara sampai akhir tahun sekitar 92 persen dari pagu Rp 1.984,1 triliun. Dengan begitu, belanja negara yang tak teserap tersebut dapat digunakan untuk memperkecil defisit anggaran.
(Baca: Tak Mampu Capai Target, Dirjen Pajak Mundur)
Taksiran dua orang peneliti perpajakan malah lebih mencemaskan lagi. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memperkirakan, penerimaan pajak sampai akhir tahun nanti hanya berkisar antara 77 persen hingga 80 persen dari target. Alhasil, dengan skenario pesimistis, defisit anggaran tahun ini bakal mencapai Rp 399,19 triliun atau 3,41 persen dari PDB. Sedangkan peneliti perpajakan dari Universitas Pelita Harapan Roni Bako memprediksi realisasi penerimaan pajak sampai tutup tahun ini berkisar 70 persen hingga 80 persen dari target.
Kalau melongok tujuh tahun ke belakang, realisasi penerimaan pajak tahun ini merup[akan yang terendah. Terakhir kali realisasi penerimaan pajak melampaui target terjadi pada 2008 yaitu sebesar 113,6 persen. Sejak saat itu realisasi pajak selalu bekisar 90-an persen. Tahun lalu, penerimaan pajak mencapai Rp 981,9 triliun atau 91,56 persen dari target.
(Baca: Setoran Pajak Seret, Pemerintah Tambah Utang untuk Menambal Defisit)
Meski begitu, Kementerian Keuangan masih optimistis realisasi penerimaan pajak bisa di atas 80 persen dari target. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara memperkirakan, realisasi penerimaan pajak bisa mencapai Rp 1.112,8 triliun atau berkisar 85 persen sampai 86 persen dari target. Dengan perkiraan belanja negara yang terserap sampai akhir tahun sekitar 92 persen, maka pemerintah dapat menjaga defisit anggaran di level 2,7 persen.
Perkiraan tersebut sejalan dengan skenario penerimaan negara hingga akhir tahun yang sudah dibuat oleh Kementerian Keuangan. Total defisit penerimaan tahun ini sebesar Rp 248,8 triliun, yang terdiri atas defisit Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 25,1 triliun dan defisit penerimaan cukai dan bea Rp 12,7 triliun. Artinya, shortfall pajak diperkiraan sekitar Rp 211 triliun atau realisasi penerimaan pajak sebesar 84 persen dari target.
Demi menjaga defisit anggaran agar tidak membesar, pemerintah juga belum berencana memotong belanja negara, apalagi pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur. Sebab, pemerintah mengandalkan belanja infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Untuk mengatasi penerimaan yang minim, menurut Suahasil, pemerintah memilih mengoptimalkan pembiayaan dan belanja yang tak terserap. “Secara alamiah saja, ada komponen belanja negara yang tidak akan terserap, namanya natural rate of absorbtion. Kami ingin meminimumkan yang tidak terserap dengan penerimaan,” katanya di Jakarta, Rabu (2/12).
Selain itu, pemerintah bisa meningkatkan pembiayaan untuk menutup defisit anggaran sehingga bisa mengoptimalkan penyerapan anggaran sampai akhir tahun. Pembiayaan tersebut diutamakan dari pinjaman multilateral dan bilateral.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro juga menyebut, pemerintah tidak berencana memotong belanja infrastruktur. Dengan tidak terserap semuanya belanja pemerintah maka akan bisa mengurangi defisit anggaran. “Kan belanja tidak mungkin (terserap) 100 persen,” katanya. Ia pun berkomitmen menjaga defisit anggaran tahun ini sekitar 2,5 persen sampai 2,7 persen dari PDB.