Kejar Target 2016, Pemerintah Bidik Wajib Pajak Pribadi
KATADATA - Pelambatan ekonomi dan sejumlah faktor menyebabkan penerimaan pajak tahun lalu tak mencapai target. Karena itu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro akan menggenjot penerimaan pajak pada 2016 dengan strategi khusus. Salah satunya, Kementerian akan berfokus mengejar Wajib Pajak Orang Pribadi (WP-OP). Cara ini dinilai lebih efektif dibandingkan hanya bergantung pada Wajib Pajak Badan atau Perusahaan.
Menurut Bambang, pada 2015, penerimaan dari wajib pajak pribadi terbilang sangat minim, walaupun penerimaannya melebihi target. “Jadi tahun 2016 ini temanya fokus pada WP-OP. Karena secara jumlah masih sangat kecil,” kata Bambang di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Senin, 11 Januari 2016 .
Selama ini, kata Bambang, penerimaan pajak sangat bergantung kepada wajib pajak badan usaha. Ketergantungan ini memiliki implikasi besar. Ketika ekonomi bagus, penerimaan pajak penghasailan badan naik. Sebaliknya, bila ekonomi terpuruk maka penerimaan pajak penghasilan badan juga menurun. Hal inilah yang mendorong Kementerian Keuangan beserta jajaran Direktorat Jenderal Pajak akan fokus pada wajib pajak orang pribadi.
Di sisi lain, dalam situasi perlambatan ekonomi, penerimaan pajak dari perusahaan akan turun dan seiring dengan itu perusahaan pun bisa bangkrut. Namun orang yang memiliki perusahaan tidak serta-merta bangkrut. “Orangnya masih kaya. Jadi orang tersebut masih bisa membayar PPh pribadi dengan benar,” kata Bambang. Yang menjadi masalah, menurut Bambang, wajib pajak pribadi tidak membayarkan secara benar.
Ditemui di tempat yang sama, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menuturkan hal serupa. Ia mencatat masih banyak penduduk Indonesia, terutama kelas menengah, yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. “Saya punya data kelas menengah Indonesia yang belanjanya sehari Rp 100 - 200 ribu mencapai 129 juta. Sedangkan WP-OP yang terdaftar baru 27 juta. Bayangkan selisihnya,” ungkap Ken.
Oleh karena itu, untuk memperkecil selisih tersebut, Direktorat Jenderal Pajak akan mempermudah pembuatan NPWP. Caranya, untuk membuatnya dapat dilakukan di kantor pajak mana saja dan tidak perlu syarat aneh-aneh. Hanya dengan miliki kartu tanda penduduk, seseorang dapat langsung memilikinya. (Baca juga: Dapat Rp 72 Triliun dalam 17 Hari, Menkeu: Saya Jadi Tax Collector).
Bambang juga menyiapkan beberapa perbaikan agar penerimaan pajak lebih baik. Selain menggenjot penggunaan NPWP perorangan, sistem IT penerimaan pajak akan diperbaikai. “Transaksi dilakukan real time. Misal, hari ini beli buku di toko x, nah, yang dibeli itu akan langsung di-record oleh DJP, bulan depan toko itu menyetor PPn, jumlahnya sudah pasti,” ujar Bambang.
Selain itu, pemerintah akan merevisi lima peraturan terkait perpajakan. Pertama, mengeluarkan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak. Kedua, merevisi Undang-Undang Bea Materai lalu merevisi Ketentuan Umum Perpajakan. Keempat, merevisi Undang-Undang Pajak Penghasilan. Terakhir, merevisi Unang-Undang Pajak Penjualan. “Lima Undang-Undang dalam setahun memang berat tapi itu penting untuk reformasi perpajakan kita,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Bambang juga menyampaikan penerimaan pajak 2015 bertambah sekitar Rp 5,24 triliun. Angka tersebut berasal dari pajak nonmigas, sehingga penerimaan per 31 Desember 2015 yang awalnya Rp 1.005.89 triluin menjadi Rp 1.011,2 triliun. Penambahan ini membuat hasil penghitungan akhir penerimaan pajak mencapai Rp 1.060 triliun yang meliputi pajak nonminyak dan gas dan pajak terkait migas.
Jumlah tersebut diketahui setelah ada rekonsiliasi data seminggu terakhir ini, dari tahun baru sampai 8 Januari 2016. Hasilnya, total pendapatan pajak nonmigas menjadi Rp 1.011 triliun, sedangkan penerimaan totalnya Rp 1.060 triliun. (Lihat: Rekor Baru, Penerimaan Pajak Tembus Rp 1.000 Triliun).
“Ini pertama kalinya dalam sejarah, penerimaan pajak nonmigas di atas Rp 1.000 Triliun. Ini murni kerjanya DJP,” terang Bambang. Karena itu Bambang memberikan apresiasi tinggi kepada direktorat tersebut. Hasil ini membuat penerimaan pajak nonmigas tumbuh 12 persen dibandingkan 2014. Kondisi ini berbanding terbalik dengan penerimaan pajak migas yang minus 43,14 persen atau hanya Rp 42,72 triliun.
Walau demikian, total penerimaan pajak tersebut masih cukup jauh dibandingkan dengan angka yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015. Dengan target penerimaan pajak Rp 1.294 triliun, realisasi tersebut kurang Rp 234 triliun. (Baca: Darmin: Target APBN 2016 Ambisius).
Bagaiamana dengan tahun ini? APBN 2016 menetapkan penerimaan pajak Rp 1.368 triliun, lebih tinggi 5,4 persen dari target pajak dalam APBN 2015 sebesar Rp 1.294 triliun. Hal tersebut mengindikasikan bila ekonomi tumbuh 5,3 persen. Melihat angka tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sempat menyatakan angka-angka tersebut terlalu ambisius. Menurutnya, penerimaan pajak belum bisa diharapkan meningkatkan penerimaan negara tahun ini. “Angka tersebut terlalu optimistis,” ujarnya.