Soal Blok Masela, Menteri Keuangan: Kalau Mau Onshore Bagus

Arnold Sirait
26 Januari 2016, 17:30
Bambang Brodjonegoro
Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro

KATADATA -  Rencana pengembangan Blok Masela hingga kini masih terkatung-katung. Alih-alih membuat keputusan final, pemerintah malah belum satu suara dalam memandang pengembangan blok minyak dan gas bumi di Laut Arafura, Maluku, tersebut. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro ikut bersuara mengenai skema pengembangan Blok Masela, antara menggunakan kilang di darat (onshore) atau membangun kilang terapung di laut (FLNG).

Bambang termasuk salah seorang peserta rapat kabinet terbatas di kantor Kepresidenan, Jakarta, pada 29 Desember tahun lalu. Rapat yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo itu membahas penentuan skema pengembangan Blok Masela. Selain Menteri Keuangan, rapat itu diikuti oleh Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menko Bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Menteri PPN/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Menteri Perindustrian Saleh Husin, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Ada pula Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Presiden Teten Masduki, serta Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto.

Pramono pernah mengungkapkan, selama rapat terbatas tersebut ada dua pandangan yang berkembang untuk penentuan Blok Masela, yaitu skema offshore dan onshore. Dua skema itu memiliki nilai positif dan negatif serta kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Meski begitu, Bambang menegaskan tidak ada voting atau pemungutan suara di antara para menteri untuk memutuskan skema pengembangan Blok Masela. Lantas, bagaimana pandangannya terhadap dua perbedaan tersebut? “Saya hanya memberi pendapat, kalau mau onshore bagus," katanya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin malam (25/1).  

Namun, dia memberikan catatan agar pengembangan Blok Masela jangan sampai mengulangi kesalahan proyek gas alam cair (LNG) di Arun, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sekadar menyegarkan ingatan, kilang LNG Arun yang dioperasikan PT Arun Natural Gas Liquefaction (NGL) mulai berproduksi sejak 1978. Setelah beroperasi selama 36 tahun, kilang ini berhenti beroperasi Oktober 2014. Sebab, gas yang berasal dari Lapangan North Sumatera Offshore (NSO) sudah tidak bisa lagi dijadikan LNG. Alhasil, kilang Arun saat ini hanya berfungsi sebagai regasifikasi gas dan pengembangan wilayahnya terhenti.

(Baca : Seteru di Balik Kisruh Pengembangan Blok Masela)

 Sikap Menteri Keuangan tersebut mendapat sorotan negatif dari ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri. Wakil Ketua Tim Pengawas (counterpart) Blok Masela ini menilai, dukungan Bambang terhadap skema onshore Blok Masela itu tidak sesuai dengan jabatannya sebagai Menteri Keuangan yang harus mengelola keuangan negara.

Padahal, menurut Faisal, skema onshore ini sangat tidak efisien dan sarat dengan kepentingan pihak-pihak yang mendukungnya. Skema itu hanya menguntungkan  perusahaan pipa karena kontraktor harus membangun pipa sepanjang 600 kilometer untuk menyalurkan gas ke kilang pengolahan di darat. Proyek ini pun akan menjadi proyek pipa terbesar sepanjang sejarah Indonesia.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...