Penilai Independen Dilibatkan Hitung Ulang Aset Blok Mahakam
KATADATA - PT Pertamina (Persero) berencana melibatkan pihak penilai independen untuk menghitung ulang nilai aset Blok Mahakam. Padahal, sebelumnya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sudah menghitung aset blok minyak dan gas bumi di Kalimantan Timur tersebut.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengungkapkan, pihaknya sudah memiliki beberapa nama kandidat penilai independen. Namun, dia belum mau menyebutkan penilai independen yang akan dipilih Pertamina. Yang jelas, penilai tersebut harus bersertifikat dan diakui oleh pelaku pasar.
Keterlibatan penilai independen ini agar perhitungannya lebih adil untuk mengetahui nilai cadangan yang masih tersisa di Blok Mahakam. Dengan begitu, nilai yang dihasilkan dapat menjadi acuan semua pihak untuk menentukan harga saham Blok Mahakam. “Ini yang akan kami bicarakan dengan calon partner. Siapapun kalau mau masuk sekian persen,” kata dia di Jakarta, Selasa (9/2).
(Baca: Total Berpeluang Beli Saham Blok Mahakam Tak Sesuai Nilai Aset)
Syamsu sudah mengetahui perhitungan nilai aset yang dilakukan SKK Migas. Namun, dia tak mengetahui indikator apa saja yang digunakan SKK Migas untuk menghitung aset Blok Mahakam. Sekadar informasi, SKK Migas sebelumnya mengumumkan nilai aset permukaan Blok Mahakam per Desember 2015 sebesar US$ 4,79 miliar atau sekitar Rp 66,5 triliun. Nilainya akan kembali menyusut pada saat blok migas ini dipegang PT Pertamina (Persero) pada 2018.
Nilai penyusutan asetnya dalam dua tahun ke depan akan mencapai US$ 1,34 miliar atau Rp 18,7 triliun. Alhasil, pada saat kontrak dengan Total E&P Indonesie berakhir pada 31 Desember 2017, nilai asetnya diperkirakan hanya tersisa US$ 3,45 miliar atau sekitar Rp 47 triliun. Jika mengacu valuasi aset Blok Mahakam per tahun 2017 mendatang, maka nilai 30 persen saham Blok Mahakam sebesar US$ 1,03 miliar atau sekitar Rp 14,3 triliun kepada Pertamina.
Namun sampai saat ini negosiasi pembagian saham 30 persen Blok Mahakam masih berjalan alot. PT Pertamina (Persero) dan calon mitra yakni Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation belum mencapai kata sepakat. Pertamina kata Syamsu masih menunggu respon dari manajemen Total dan Inpex. ”Mereka mungkin saat ini sedang mempelajari terms and condition yang ada di kontrak baru nanti masih ekonomis atau tidak,” ujar dia.
(Baca: Total Negosiasikan Nilai Saham Blok Mahakam dengan Pertamina)
Saat penandatanganan kontrak bagi hasil Blok Mahakam akhir antara Pertamina dan SKK Migas tahun lalu, pemerintah menetapkan skema range dynamic split revenue contractor over cost (R/C). Skema ini baru pertama kali digunakan di Indonesia. Semakin besar pendapatan dan semakin kecil biayanya maka porsi bagi hasil yang diterima negara bakal semakin tinggi.
Dengan kandungan gas yang lebih besar ketimbang minyak di Blok Mahakam, pemerintah minimal mendapatkan porsi 65 persen dari hasil produksi gas jika rasio penerimaannya di bawah satu kali dari biaya produksi. Sisanya untuk kontraktor. Sementara bagi hasil terbesar yang bisa didapat pemerintah adalah 75 persen jika rasio penerimaannya di atas 1,6 kali dari biaya produksi.
Untuk minyak, pemerintah akan mendapatkan bagi hasil minimal sebesar 80 persen, sisanya untuk kontraktor. Sedangkan bagi hasil maksimal yang bisa didapat pemerintah dari produksi minyak Blok Mahakam sebesar 90 persen.
Sebelum menjadi operator penuh pada 1 Januari 2018, saat ini Pertamina sudah membentuk tim untuk menyusun rencana kerja anggaran dan perusahaan (work plan and budget / WP&B). Tim ini akan mulai menyusun WP&B pertengahan tahun ini. “Sehingga tahun depan kami sudah punya wp&b tahun 2018. Jadi 2017 pertengahan kami sudah mulai bicara dengan SKK Migas untuk 2018,” ujar dia.
(Baca: DPR Menilai Bonus Tanda Tangan Blok Mahakam Kemahalan)
Pertamina sebelumnya sudah mempersiapkan rencana investasinya untuk mengembangkan blok tersebut. Sebagai operator baru Blok Mahakam, Pertamina memperkirakan total investasi untuk tiga tahun pertama sebesar US$ 75,3 juta. Rinciannya, pada tahun pertama kontrak US$ 1,3 juta, tahun kedua US$ 33,5 juta, dan tahun ketiga US$ 40,5 juta. Padahal, sebelumnya Pertamina pernah menyebut kebutuhan investasi Blok Mahakam sebesar US$ 2,5 miliar per tahun.