Kantor Staf Presiden "Damaikan" Kontroversi Kereta Cepat

Muchamad Nafi
10 Februari 2016, 16:08
Rapat di Kantor Staf Presiden
Safrezi Fitra | Katadata

KATADATA - Kontroversi pembangunan kereta cepat Jakarta - Bandung di level kabinet sudah sampai ke telinga Presiden Joko Widodo. Ada kekhawatiran perdebatan tersebut membuat proyek infrastruktur ini molor. Padahal kereta cepat termasuk dalam Proyek Strategis Nasional dan presiden telah mengeluarkan peraturan khusus untuk mempercepat pembangunan proyek ini.

“Pro-kontra mengenai kereta cepat ini karena belum ada penjelasan yang utuh,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP, Selasa, 9 Februari 2016. (Baca: Diresmikan Jokowi, Izin Proyek Kereta Cepat Belum Rampung).

Kantor Staf Presiden (KSP) kemudian menggelar konferensi pers untuk menjelaskan permasalahan ini. Selain Johan Budi, dalam acara tersebut juga hadir Kepala KSP Teten Masduki, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, dan Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) Hanggoro Budi Wiryawan.

Teten mengatakan kereta cepat merupakan upaya pemerintah memodernisasi angkutan masal. Presiden menargetkan pembangunan kereta ini selesai pada 2018 dan beroperasi setahun kemudian. Proyek ini masuk dalam proyek strategis nasional yang pembangunannya perlu dipercepat.

Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Cepat Jakarta - Bandung pada Oktober tahun lalu. Karena itulah, kata Teten, pembangunan proyek ini seharusnya bisa dimulai tanpa harus menunggu semuanya tuntas. “Saya kira ini sudah menjadi keputusan pemerintah, kereta cepat menjadi komitmen kami semua (untuk dipercepat pembangunannya),” ujar Teten.

Masalahnya, sejak seremoni peletakan fondasi pertama atau groundbreaking pada 21 Januari lalu hingga sekarang, pembangunan proyek ini belum bisa berjalan. Ada dua izin yang belum dikeluarkan Kementerian Perhubungan yang menghambat penggarapannya, yakni izin konsesi dan izin pembangunan.

Dalam konferensi pers tadi, Johan Budi sempat menyindir Menteri Jonan yang belum juga mengeluarkan izin tersebut. “Bagaimana pun Pak Presiden sudah mengingatkan soal proyek ini. Menteri adalah pembantu presiden. Saya ingatkan, siapa tahu ada yang lupa,” ujar Johan Budi yang menjadi moderator pertemuan tersebut. (Baca: Sembilan Poin Negosiasi Kontrak Kereta Cepat Masih Alot).

Namun, Jonan menyatakan bukan sengaja memperlambat keluarnya izin. Dia mengaku hanya menjalankan tugas sesuai aturan perkeretaapian dan peraturan yang dikeluarkan presiden soal kereta cepat ini. Dia malah terkesan menyalahkan pemrakarsa proyek, yakni KCIC yang kurang paham mengenai perizinan dan kurang serius melengkapi dokumennya. “Jangan-jangan ada pihak dari pemrakarsa yang belum baca peraturan,” ujar Jonan.

Kementerian Perhubungan mengaku mengeluarkan izin konsesi berdasarkan hasil studi kelayakan atau feasibility study/FS. Masalahnya, beberapa data dan perhitungan yang diajukan dalam hasil studi kelayakan dianggap belum matang. Jonan pun meminta KCIC memperbaikinya dan dikaji ulang oleh pihak ketiga. “Ini hanya memakan waktu saja, mudah-mudahan tidak lama,” kata Jonan.

KCIC dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara sempat meminta masa konsesi berlaku saat kereta mulai beroperasi, tanpa memperhitungkan masa pembangunannya. Kementerian Perhubungan terkesan menolak, karena menganggap konsesi adalah hak negara yang diberikan tanpa adanya negosiasi. Namun saat konferensi pers tersebut, Kementerian Perhubungan mulai melunak. (Baca: Menteri Jonan: Tak Ada Kompromi Dalam Konsesi Kereta Cepat).

“Kalau mau mulai konsesinya pada masa operasi boleh, tapi pastikan tanggalnya,” ujar Jonan. Kepastian tanggal ini penting agar KCIC menjalankan komitmen dalam pembangunan proyek ini. Dia tidak ingin mengulang kejadian yang sama seperti proyek jalan tol sebelumnya. Kementerian Perhubungan memberikan masa konsesi 40 tahun sejak masa operasi, tapi proyeknya tidak kunjung dibangun.

Jonan juga menolak permintaan KCIC untuk mendapatkan hak ekslusif dalam jalur kereta cepat. Alasannya, perlintasan kereta api tidak boleh ekslusif dan selama ini pun tidak aturan mengenai hal ini. Namun karena investasinya cukup besar, Jonan bisa memberikan hak ekslusif hanya sepanjang 25 kilometer, jauh di bawah permintaan KCIC yang meminta 100 kilometer. (Baca: Kementerian Perhubungan Tolak Hak Ekslusif Kontraktor Kereta Cepat).

Sementara itu, Direktur Utama KCIC Hanggoro Wiryawan mengaku tidak ingin ada kekurangan dalam aspek legal proyek kereta cepat. Pihaknya akan menyerahkan semua dokumen yang diminta Kementerian Perhubungan. “Izin pembangunan sudah 10 kali dibahas. Kami tetap akan serahkan dokumen yang dibutuhkan,” ujarnya.

Mengenai perbedaan data dan perhitungan dalam studi kelayakan, menurut Hanggoro, karena ada penurunan biaya akibat jarak jalur kereta berkurang dari 150 kilometer menjadi 142 kilometer. Saat ini hasil studi tersebut masih diperiksa ulang oleh konsultan independen. (Baca: Selain Kereta Cepat, KCIC Garap Proyek Pengembangan Kawasan).

Reporter: Safrezi Fitra

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...