Tax Amnesty Diduga Picu Tiga Jebakan Moral

Muchamad Nafi
3 Maret 2016, 20:04
Pengadilan Pajak
Arief Kamaludin|KATADATA
Pengadilan Pajak KATADATA|Arief Kamaludin

KATADATA - Sejak diajukan sembilan bulan lalu, draf Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak alias Tax Amnesty sudah mengalami perubahan hingga empat kali. Dalam draf terakhir, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan ada potensi jebakan moral atau moral hazard.

Moral hazard yang dimaksudkannya ada tiga. Pertama, dalam penyelidikan, aparatur pajak bisa memperlama proses pemeriksaan pembayaran pajak. Dengan cara ini, wajib pajak berpeluang memeroleh pengampunan karena berkasnya belum masuk P21 atau dinyatakan lengkap oleh jaksa. Dengan begitu, wajib pajak tak perlu membayar pajak terutang sebesar 30 persen, tetapi cukup dua persen sebagai tebusan pengampunan pajak.

Apalagi, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan memberikan batas waktu hingga delapan bulan. “Kalau (tax amnesty) selesai Juni, wah belum selesai (pemeriksaannya). Moral hazard itu,” ujar Prastowo usai menghadiri acara seminar nasional perpajakan di Hotel Peninsula, Jakarta, Kamis, 3 Maret 2016. (Baca: Tax Amnesty dan Keresahan Lapangan Banteng).

Kemungkinan kedua, wajib pajak bisa menambah utang untuk mengurangi harta bersih yang dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Dengan begitu, uang tebusan yang dibayarkan jika mengajukan tax amnesty menjadi lebih ringan. Dengan mengecilnya nilai aset, secara otomatis nominal uang tebusan makin berkurang.

Terakhir, ketika terjadi perselisihan penghitungan pajak dan kasusnya sampai Pengadilan Pajak, hakim bisa mempercepat penyelesaian perkara. Jika kasus tersebut ditutup, meski wajib pajak berpotensi menang, pembayar pajak berpeluang mengajukan pengampunan pajak. 

Menurut Prastowo, belum ada jawaban dari pemerintah atas ketiga kemungkinan tersebut. Padahal, hal ini bisa mengurangi potensi penerimaan negara dari proses penyelidikan dan pemeriksaan. (Baca juga: “Pendosa” Pajak Akan Bebas dari Jeratan Pidana).

Tax amnesty tidak merugikan pemerintah, kecuali wajib pajak menambah utang. Fiskus dan hakim juga tidak merugikan (negara). Tetapi, potensi tambahan penerimaan harusnya ada dari yang bukan tax amnesty, dari penyelidikan dan pemeriksaan,” ujarnya. Karena itulah perlu pengawasan yang ketat dari sisi pemeriksaan dan penyelidikan agar potensi moral hazard ini tidak terjadi.

Tetapi sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjoegoro mengatakan yang diampuni bukan tunggakan pajak, melainkan aktiva yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan. Dengan begitu, semestinya kekhawatiran moral hazard ini tidak terjadi jika yang diampuni dari sisi aset yang belum dilaporkan. (Lihat pula: RUU Tax Amnesty Masih Terganjal Amanat Presiden).

Sementara itu, Staf Ahli Kebijakan Penerimaan Negara Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti menyatakan pengampunan ini tidak berlaku bagi masyarakat yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Meski begitu, kebijakan ini bisa mendorong peningkatan basis pajak. Sebab, tax amnesty berpeluang memicu masyarakat berbondong-bondong mendaftar NPWP.

Reporter: Desy Setyowati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...