Bank Dunia: Manfaat Teknologi Digital di Indonesia Masih Timpang
KATADATA - Dalam beberapa tahun terakhir ini, teknologi digital telah berkembang pesat di seluruh dunia. Namun, Bank Dunia menilai pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat masih ketinggalan dan belum sebanding dengan laju perkembangan teknologi tersebut.
Penelitian terbaru Bank Dunia mencatat, dampak kehadiran teknologi digital belum sesuai harapan, yaitu untuk meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Di satu sisi, memang semakin banyak pelaku usaha di seluruh dunia yang bisa terkoneksi lewat teknologi digital. Namun, perbaikan produktivitasnya berjalan lambat. Selain itu, perkembangan teknologi digital telah menyebabkan pasar tenaga kerja semakin terpolarisasi.
“Banyak negara mengalami ketimpangan ekstrim (pemanfaatan teknologi digital) di dalam negerinya,” kata Ekonom Utama Bank Dunia dan Co-Directors World Development Report 2016, Dheepak Mishra, dalam acara peluncuran laporan Bank Dunia: 2016 World Development Report (WDR), berjudul “Digital Dividends” di kantor Center for Strategic and International Studies ( CSIS ), Jakarta, Jumat (11/3).
Mengacu hasil penelitian tersebut, Bank Dunia melihat massifnya perkembangan teknologi digital. Hal itu terlihat dari hampir 70 persen rumah tangga di negara-negara berkembang memiliki telepon genggam. Persentasenya melebihi akses listrik dan jaringan air bersih. Jumlah pengguna internet pun bertambah tiga kali lipat dalam satu 10 tahun terakhir, dengan jumlah mencapai 3,2 miliar pengguna di akhir tahun 2014.
(Baca: Dunia Digital yang Mengubah Model Bisnis di Indonesia)
Perkembangan teknologi digital di banyak negara tersebut telah mendorong pertumbuhan usaha, memperluas kesempatan dan memperbaiki pelayanan publik. Teknologi digital ini juga membawa transformasi dalam kehidupan masyarakat karena meningkatkan inklusivitas, efisiensi dan inovasi.
Namun, dampak teknologi digital ini belum bisa dirasakan secara optimal. Pasalnya, ketimpangan digital masih besar lantaran hampir 60 persen penduduk dunia belum terkoneksi satu sama lain. Manfaat dari teknologi digital baru dinikmati oleh mereka yang berpendidikan, paling terkoneksi dan berpengaruh. Alhasil, kondisi ini semakin memperlebar ketimpangan kesejahteraan.
(Baca: Asing Tertarik Investasi E-Commerce, Logistik dan Barang Konsumsi)
Menurut Mishra, ketimpangan itu melahirkan dominasi perusahaan besar dalam pemanfaatan teknologi digital. “Dominasi ini akan buruk, khususnya di Indonesia, maka diperlukan kebijakan pemerintah untuk pemerataan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, Bank Dunia merekomendasikan khususnya kepada negara-negara berkembang, seperti Indonesia, untuk berupaya mengurangi ketimpangan dengan cara memperluas akses internet. Selain itu, pemerintah perlu membuat sejumlah regulasi untuk memperbaiki kompetisi di antara pengusaha. Lalu, memperbaiki keterampilan pekerja agar sesuai kebutuhan model ekonomi baru tersebut, dan memastikan bahwa institusi-institusi terkait lebih akuntabel.
Agar memperoleh manfaat yang lebih optimal dari penggunaan teknologi digital, pemerintah juga harus mempersiapkan kelengkapan pendukung teknologi digital. Seperti, kemampuan sumber daya manusia (SDM), jaringan litsrik, dan infrastruktur lainnya. Pasalnya, sebuah negara yang memiliki dasar analog yang kuat akan meraih dividen digital yang besar. Dividen yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, tersedianya lebih banyak pekerjaan, dan pelayanan yang lebih baik.
Menyikapi hasil penelitian ini, Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara menyatakan, pemerintah tengah fokus membangun pemerataan penyebaran teknologi digital. “Indonesia tidak hanya di Jakarta dan Jawa. Pemerintah akan berupaya mengembangkannya sampai ke seluruh daerah,” katanya. Upaya yang dilakukan antara lain pembangunan jaringan serat optik Palapa Ring untuk memperluas akses internet ke seluruh daerah.
(Nadiem Makarim: Go-Jek Tawarkan Solusi Infrastruktur Logistik)
Salah satu pelaku bisnis digital yaitu Chief Executive Officer Go-Jek Nadiem Makarim menilai, jika pemerintah tidak melakukan pemerataan akses teknologi digital maka akan terlihat secara jelas siapa yang akan bertahan dan yang kalah. “Yang akan mendapat banyak benefit adalah kelas menengah ke atas karena bisa menjangkau teknologi dengan mudah lewat smartphone,” katanya. Selain itu, perusahaan yang menciptakan produk untuk kelas menengah ini juga akan menerima keuntungan paling besar dari perkembangan teknologi digital.
Sedangkan pihak yang akan kalah dalam pertarungan era digital ini adalah masyarakat yang tidak bisa menjangkau teknologi menggunakan ponsel pintar. Selain itu, para produsen di kelompok yang tidak memiliki akses teknologi digital ini, seperti petani dan peternak. Pasalnya, kedua kelompok ini akan terjebak dalam areanya saja, sehingga tidak bisa mendapat keuntungan yang maksimal dari teknologi digital.