Daftar Panama Papers Akan Dicocokkan dengan SPT Pajak
Direktorat Jenderal Pajak akan menelisik nama-nama yang masuk dalam Panama Papers. Daftar yang bersumber dari bocoran dokuemen firma hukum Mossack Fonseca, Panama itu akan dicocokkan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyebutkan direktoratnya memiliki 2.040 nama orang Indonesia yang membuka akun di sejumlah negara suaka pajak atau tax havens. Dari jumlah itu, sebagian sesuai dengan data dalam Panama Papers. Data Direktorat Pajak diperoleh dari otoritas pajak negara lain, sejak Agustus 2015. Untuk itulah data tersebut hendak dibedah. (Baca: Tak Lapor Kekayaan di Panama, PPATK Desak Ketua BPK Mundur).
Sayangnya, kata Ken, data Panama Papers tak dilengkapi dengan nomor rekening atau alamat wajib pajak di Indonesia. “Data Panama Papers hanya 800 nama (WNI). Special Purpose Vehicle-nya tidak tahu, nomor rekening tidak, jumlah bank juga. Jadi nggak bisa dipajaki. Data Panama Papers ini hanya mengkonfirmasi,” ujar Ken, Rabu, 13 April 2016.
Untuk bisa memajaki nama-nama tersebut perlu data yang lebih lengkap. Karenanya, menurut Ken, perlu kebijakan Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. Tujuan utamanya yaitu untuk menarik dana kembali ke dalam negeri sehingga bisa diinvestasikan. Dengan begitu, penyerapan tenaga kerja, daya beli, dan objek pajak meningkat.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Pajak Mekar Satria Utama mengatakan data Panama Papers yang diterima direktoratnya hanya sebagian. Namun, rencananya, seluruh dokumen tersebut akan diserahkan ke Direktorat Pajak untuk divalidasi dan disesuaikan dengan data milik otoritas pajak. (Baca juga:PPATK Temukan Modus Transaksi dalam Panama Papers).
Dari hasil kajian tersebut, nama-nama yang sudah diverifikasi akan disesuaikan dengan SPT-nya. Jika diketahui ada perbedaan, nama atau pihak yang bersangkutan ditindaklanjuti. “Akan kami lihat satu per satu. Kalau data kami valid dan jelas. Ada yang tidak dilaporkan di SPT-nya, akan kami tindaklanjuti,” kata Mekar di Mabes Polri, Jakarta.
Di tengah hiruk-pikuk ini, satu nama yang terseret dalam Panama Papers adalah Harry Azhar Azis. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan ini mengakui punya perusahaan cangkang di British Virgin Island dengan nama Sheng Yue International Limited. Sayangnya, dia tak melaporkan perusahaan offshore tersebut dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), termasuk ketika dilantik sebagai Ketua BPK pada Oktober 2014 lalu. (Baca: Unit Khusus Pajak Telisik Ribuan Nama WNI dalam Panama Papers).
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menganggap seorang pejabat negara yang tak melaporakan kekayaannya dalam LHKPN semestinya mundur. Namun penting juga dilakukan validasi dan verifikasi oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan dan Direktorat Pajak untuk dibandingkan dengan SPT. “Jika kepemilikan itu belum dilaporkan, harus mundur,” kata Prastowo.
Seperti diberitakan sebelumnya, organisasi wartawan investigasi global (ICIJ) merilis dokumen bertajuk Panama Papers secara serentak di seluruh dunia mulai Senin awal pekan lalu. Data yang bersumber dari bocoran informasi Mossack Fonseca ini menyangkut 11,5 juta dokumen daftar klien Fonseca dari berbagai negara, termasuk Indonesia, yang diduga sebagai upaya untuk menyembunyikan harta dari endusan aparat pajak di negara masing-masing.
Sejumlah nama politisi, bintang olahraga, dan selebriti yang menyimpan uang mereka di berbagai perusahaan cangkang di luar negeri tercatat dalam dokumen tersebut. Tercatat, dokumen Panama Papers masuk dalam file sebesar 2,6 terabyte. Perinciannya, ada 4,8 juta e-mail, 3 juta database, 2,1 juta dokumen PDF, 1,1 juta foto, 320 ribu dokumen teks, dan 2.000-an file lainnya. (Baca: Heboh Panama Papers Mengguncang Berbagai Negara).