Sawah Terbatas, Kalla: Produktivitas Padi Ditingkatkan
Pertumbuhan jumlah penduduk secara otomatis memperbesar tingkat konsumsi masyarakat. Kebutuhan akan beras, sebagai bahan pokok utama, pun demikian. Masalahnya, luas sawah saat ini makin menyusut. Karena itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan pemerintah terus menggenjot produksi padi untuk setiap satuan luas lahan.
“Kita tidak mungkin menambah sawah, menebang hutan. Tidak ada cara lain selain meningkatkan produksi,” kata Kalla dalam acara “Inovasi Rantai Nilai Sektor Agro” yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) di Jakarta, Senin, 23 Mei 2016. (Baca juga: Jokowi: Bulog Tidak Siap Hadapi Panen Beras).
Menurutnya, pertanian di bidang makanan dipilah dalam beberapa kelompok: pokok, strategis, dan tambahan. Penanganan setiap komoditas pun mesti spesifik. Sebagai contoh, setiap kenaikan harga kopi, cokelat, atau komoditas semacamnya disambut gembira oleh semua kalangan. “Tapi setiap kenaikan beras, semua marah kecuali petani,” ujar Kalla. “Ini dilema terhadap kebijakan petani.”
Di sinilah, kata Kalla, nilai peningkatan produktivitas menjadi penting. Bila berkaca ke negara lain, rasio produksi Indonesia masih rendah. Sebagai contoh, produksi kopi Lampung 600 - 700 kilogram per hektare. Sementara itu, setiap hektare di Vietnam menghasilkan kopi lebih dari dua ton. Begitu pula dengan panen cokelat yang hanya setengah ton per hektare, meskipun Indonesia produsen ketiga terbesar di dunia.
Untuk memperlancarkan kebijakan ini, Kalla menegaskan perlu insentif khusus bagi petani, terutama dalam lini produksi. Misalnya dalam penyediaan bibit unggul. Terkait pendanaan, perlu menerapkan keuangan inklusi. Hal ini bisa dimulai dengan memberdayakan Koperasi Unit Desa. Petani pun mesti memperoleh pendanaan dengan bunga rendah, seperti konsep bunga Kredit Usaha Rakyat yang dipangkas dari 23 persen menjadi hanya sembilan persen.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua ISEI Muliaman Hadad menyatakan sektor agro atau pertanian berperan penting dalam ekonomi Indonesia. Kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto mencapai 13,6 persen, tertinggi kedua setelah sektor industri pengolahan 20,8 persen. Namun lebih dari separuh industri pengolahan berbasis pertanian. Selain itu, pertanian merupakan penyerap terbesar tenaga kerja, sekitar 35 persen dari total pekerja.
Menurut Muliaman, apabila sektor pertanian dikelola dari hulu hingga hilir, kontribusinya terhadap PDB secara agregat mencapai 55 persen. “Masalahnya, dari total 26,1 juta rumah tangga usaha pertanian, 56 persen di antaranya memiliki lahan kurang dari 0,5 hektar. Luasan yang marjinal ini jauh di bawah skala keekonomian,” kata Muliaman. (Baca: Selain Bulog, Pemerintah Tugaskan BUMN Distribusikan Pangan).
Seperti diungkapkan Kalla, dia juga menyebutkan kendala terberat yang dihadapi para petani adalah kesulitan permodalan. Lahan yang relatif kecil dan tidak pula memiliki sertifikat, menyebabkan petani sulit mendapatkan pembiayaan formal. Kesulitan ini menghambat petani menggunakan input-input pertanian yang berkualitas untuk menerapkan teknologi baru.
Apabila masalah tersebut tidak diatasi secara serius, produktivitas dan daya saing komoditas pertanian Indonesia akan stagnan. Efek lanjutannya, kesejahteraan rumah tangga petani semakin sulit ditingkatkan. Oleh karena itu, akses para petani terhadap permodalan formal harus diperlebar.
“Pemerintah telah mengembangkan KUR yang juga dibuka aksesnya kepada petani. Namun, skema-skema pembiayaan lainnya perlu terus dikembangkan sehingga semakin terbuka akses petani untuk mendapatkan pembiayaan," ujar Muliaman. (Baca: Mendag Usul Bangun Cold Storage Raksasa untuk Simpan Makanan).
Menurutnya, sekitar dua per tiga penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan. Langkah-langkah nyata untuk membuka akses petani dan pelaku ekonomi pedesaan lainnya terhadap sumber permodalan akan meningkatkan kinerja usaha dan pendapatannya. Bila terlaksanan, sangat potensial mengurangi kemiskinan secara berkelanjutan.