Temui Jokowi di Istana, Bos Inpex Janji Proyek Masela Jalan Terus
Inpex Corporation masih berkomitmen melanjutkan proyek pengembangan Blok Masela meskipun harus menggunakan skema pengolahan di darat (onshore). Komitmen tersebut akan disampaikan langsung oleh petinggi perusahaan asal Jepang itu –dalam lawatan khususnya ke Indonesia--- kepada Presiden Joko Widodo.
Rencananya, Selasa (14/6) pagi ini, Presiden akan menerima delegasi Inpex Corporation di Istana Merdeka, Jakarta. Delegasi itu dipimpin langsung oleh Presiden dan Chief Executive Officer (CEO) Inpex Toshiaki Kitamura.
Juru bicara Inpex Usman Slamet membenarkan rencana pertemuan tersebut. “Langsung dari Tokyo, President & CEO Inpex Corporation,” katanya kepada Katadata, melalui layanan pesan Whatsapp.
Dalam pertemuan itu, menurut Usman, pimpinan Inpex akan menyampaikan penegasan kepada Presiden untuk melanjutkan proyek pengembangan lapangan gas Abadi di Blok Masela. Namun, dia tidak mau menjelaskan lebih detail perihal rencana materi pembicaraan lainnya, termasuk kemungkinan meminta insentif kepada pemerintah.
(Baca: Inpex Minta Perubahan Syarat Kontrak Blok Masela)
Sebenarnya, komitmen melanjutkan pengembangan ladang kaya gas di Laut Arafura, Maluku, tersebut sudah pernah disampaikan petinggi Inpex kepada Jokowi melalui surat resminya pada akhir Mei lalu. “Pesan yang kami sampaikan, Inpex menghormati keputusan Presiden dan berkomitmen melanjutkan pengembangan Blok Masela dengan konsep darat,” kata Usman, 26 Mei lalu.
Sebaliknya, menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, Presiden saat melawat ke Jepang akhir Mei lalu, juga diagendakan membahas kepastian investasi Inpex di Blok Masela.
“Di sana ada pertemuan dengan Inpex,” kata Sudirman.
Kepastian investasi Inpex di Blok Masela memang sempat mengundang pertanyaan setelah Jokowi memutuskan skema pengembangan blok minyak dan gas bumi itu menggunakan kilang pengolahan di darat. Pertimbangannya, untuk menciptakan efek berantai perekonomian bagi masyarakat Maluku dan Indonesia pada umumnya.
(Baca: Surati Jokowi, Inpex Berkomitmen Segera Garap Blok Masela)
Hal ini berbeda dengan proposal rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Blok Masela yang telah diajukan Inpex bersama Shell sebagai operator blok tersebut. Mereka mengusulkan kema pengembangan kilang terapung di laut (Floating LNG) dengan pertimbangan lebih ekonomis.
Kini, dengan keputusan Presiden tersebut, Inpex bersama Shell tengah menghitung ulang konsep pengembangan di darat. Tujuannya agar Proyek Masela bisa menguntungkan dan mengutamakan pengembangan wilayah serta memberikan efek berantai bagi Indonesia, khususnya wilayah Maluku.
Usman mengatakan, ada beberapa aspek yang masih dikaji agar Proyek Masela bernilai ekonomis. Antara lain aspek regulasi, ketentuan fiskal dan pertimbangan komersial. Selain itu, mengkaji risiko non-teknis termasuk pertimbangan sosial ekonomi, dan rencana pembangunan daerah Maluku bersama dengan pemerintah Indonesia.
Sebelumnya, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, pemerintah sebenarnya sudah membahas kemungkinan pemberian insentif kepada investor Blok Masela. Pembahasan yang melibatkan beberapa menteri terkait ini berlangsung di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, pada April lalu.
(Baca: Proyek Masela Mundur, Rizal Ramli Minta Inpex Tak Setir Negara)
Dalam rapat tersebut, pemerintah bahkan telah memutuskan alternatif insentif yang bisa diberikan kepada Inpex. Namun, kepastiannya masih menunggu permintaan resmi dari Inpex.
Berdasarkan kajian konsultan internasional Poten and Partner, yang disewa oleh pemerintah pada akhir 2015, pihak investor memang membutuhkan insentif kalau pengelolaan Blok Masela menggunakan skema pembangunan kilang di darat. Alasannya, nilai investasi pengembangan di darat lebih besar dibandingkan skema pengolahan gas di laut (FLNG).
(Baca: SKK Migas: Inpex Akan Ajukan Revisi PoD Masela di 2019)
Poten menghitung tingkat pengembalian investasi (Internal Rate of Return/IRR) dengan skema darat tidak mencapai 12 persen. Padahal, angka 12 persen merupakan standar kelayakan proyek gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG).