Dua Resep Sri Mulyani Menghadapi Badai Ekonomi

Desy Setyowati
27 Juli 2016, 18:22
Sri Mulyani
ARIEF KAMALUDIN | KATADATA

Sehari sebelum ditetapkan sebagai Menteri Keuangan, kemarin Sri Mulyani menyampaikan pandangannya mengenai perkembangan ekonomi global di Universitas Indonesia. Managing Director dan Chief Operating Officer Bank Dunia itu menyatakan dunia sedang menghadapi tekanan berat.

Sri Mulyani menyebutnya sebagai badai yang datang bersamaan secara sempurna atau perfect storm. Ini merupakan situasi yang dipicu oleh melemahnya ekonomi dan perdagangan dunia serta perlambatan dan perubahan struktural ekonomi Cina,.

Advertisement

Faktor lainnya yaitu kejatuhan harga-harga komoditas, aliran modal ke negara berkembang menyusut, konflik dan serangan terorisme meluas, serta perubahan iklim global. (Baca: Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Dunia Masih Rapuh).

Yang paling terpukul dari kondisi ini, kata Sri, adalah negara pengekspor komoditas, termasuk Indonesia. Karena itu tak heran jika revisi pertumbuhan ekonomi sebanyak 40 persen dialami oleh negara-negara ini. Butuh kerja sama yang erat dan koordinasi kebijakan antarnegara untuk membangun kembali kepercayaan. Juga, menghilangkan halangan perdagangan dan investasi untuk menunjang produktivitas dan memulihkan pertumbuhan ekonomi.

“Namun yang terjadi di dunia sebaliknya. Populisme tengah bangkit dan bahkan meluas. Kesediaan untuk bekerja sama antarnegara berada pada titik terendah sepanjang sejarah. Keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) adalah salah satu contoh,” kata Sri.

Oleh karena itu, dia merekomendasikan dua hal untuk menghadapi tantangan perekonomian saat ini. Resep ini terutama untuk mengantisipasi besarnya dampak perlambatan ekonomi terhadap kaum miskin. (Baca: Inflasi Terkendali, Penduduk Miskin Perkotaan Turun-Desa Naik).

Pertama, berperan aktif di tengah globalisasi. Negara yang mampu memanfaatkan globalisasi dan membangun ketahanan atas hal itu akan sukses mengentaskan kemiskinan dan mencapai kemakmuran, tak terkecuali Indonesia.

Seingatnya, Indonesia telah memanfaatkan perdagangan dan investasi global dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun terakhir. Upaya tersebut bisa terus dilakukan mengingat perdagangan intra-ASEAN saja mencapai lebih dari US$ 600 miliar per tahun, dan dengan negara di luar ASEAN di atas US$ 1,9 triliun. Peluang ini bisa dimanfaatkan oleh Indonesia.

Sayangnya, rata-rata upah buruh Indonesia di bidang manufaktur merupakan yang terendah. Namun biaya per unit tenaga kerjanya relatif tinggi, yang mencerminkan produktivitas tenaga kerja belum baik. Selain itu, biaya perdagangan di Indonesia relatif tinggi dibandingkan Malaysia, Vietnam, dan Thailand. (Lihat pula: Sri Mulyani, Wanita Berpengaruh ke-9 di Dunia Keuangan).

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...
Advertisement