Deflasi Agustus, BI Perlu Pangkas Bunga untuk Kerek Daya Beli

Ameidyo Daud Nasution
Oleh Ameidyo Daud Nasution - Martha Ruth Thertina
5 September 2016, 17:14
Bank Indonesia
Agung Samosir|KATADATA

Laju inflasi yang tergolong rendah hingga akhir Agustus lalu memberikan ruang lebih besar kepada Bank Indonesia (BI) untuk memangkas suku bunga acuan. Kebijakan yang diharapkan selama empat bulan tersisa tahun ini tersebut berpotensi mendongkrak daya beli masyarakat untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi.

Akhir pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan terjadinya deflasi 0,02 persen pada Agustus lalu. Ini merupakan level terendah dibandingkan bulan yang sama sejak tahun 2001. Alhasil, inflasi sejak awal tahun ini (year to date) sebesar 1,74 persen dan secara tahunan (year on year /yoy) 2,79 persen.

Riset terbaru DBS Group menyoroti rendahnya angka inflasi, termasuk inflasi komponen inti yang secara tahunan (yoy) sebesar 3,32 persen. Kondisi ini memperbesar kemungkinan inflasi pada kahir tahun nanti bakal berada di kisaran bawah target BI yang sebesar 4 persen plus-minus satu persen (3-5 persen). (Baca juga: Deflasi Agustus 0,02 Persen, Terendah Sejak 2001)

Sebagai catatan, inflasi inti adalah komponen inflasi yang cenderung menetap di dalam pergerakan inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, antara lain interaksi permintaan-penawaran: nilai tukar, harga komoditas internasional, serta inflasi mitra dagang.

Jika tidak ada perubahan yang signifikan pada empat bulan ke depan, DBS memperkirakan inflasi tidak akan melampaui target tahun ini. Dengan begitu, BI bisa lebih leluasa memangkas suku bunga acuan BI 7-Days Repo yang saat ini sebesar 5,25 persen.

“Inflasi Agustus yang di bawah target telah memperkuat ekspektasi akan pemangkasan lebih jauh suku bunga acuan oleh BI,” tulis peneliti DBS Group dalam ruset tertulisnya, Senin (5/9).

DBS pun memandang rendahnya inflasi hingga Agustus lalu menunjukkan daya beli masyarakat melemah. Hal itu berpotensi menahan laju pertumbuhan ekonomi. (Baca juga: Menteri Sri Mulyani Waspadai Efek Deflasi Agustus)

Karena itulah, DBS meyakini, BI akan mempertimbangkan langkah pemangkasan suku bunga agar konsumsi masyarakat meningkat. “Ketika ada harapan besar untuk menguatnya pertumbuhan konsumsi tahun ini, inflasi inti tampaknya bergerak ke arah yang bertolak belakang," katanya. Hal ini membuat prospek pertumbuhan ekonomi terus-menerus menjadi perhatian BI. "BI tak akan mengacuhkan hal ini."

Meski begitu, DBS belum mengubah proyeksinya. Bank asal Singapura ini memprediksi suku bunga acuan bakal bertahan sampai kuartal II-2017. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi diprediksi berada di kisaran 5,1 persen dan inflasi sebesar 4,4 persen.

Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo membuka peluang pelonggaran kebijakan moneter. "Nanti kami lihat data September ini atau Oktober, kami siap menyesuaikan stance moneter," katanya, Jumat lalu (2/9). Apalagi, inflasi hingga akhir tahun nanti ditaksir bisa di bawah 3,2 persen.

(Baca juga: Kejar Target Pertumbuhan Ekonomi, Darmin Mengandalkan Investasi)

Meski begitu, BI mempertimbangkan kondisi ekonomi global dalam memutuskan kebijakan moneter. Sebab, walaupun secara umum perekonomian Indonesia terhitung baik, ada tantangan berupa defisit transaksi berjalan dan kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve, menjelang akhir tahun ini.

Dalam rapat dengan Komisi XI DPR pada Kamis pekan lalu (1/9), Agus meramal, ekonomi kemungkinan hanya tumbuh 5,14 persen pada kuartal III dan melambat di bawah 5 persen pada kuartal IV-2016. "Jadi kami prediksi (pertumbuhan ekonomi) 5,04 persen hingga akhir tahun ini," kata dia. Dengan perhitungan itu, BI pun lagi-lagi merevisi rentang pertumbuhan ekonomi tahun ini menjadi 4,9 persen – 5,3 persen.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...