Banjir Obligasi Negara, Pemerintah Perlu Waspadai Rebutan Dana Publik

Desy Setyowati
Oleh Desy Setyowati - Martha Ruth Thertina
26 September 2016, 09:44
Rupiah
Arief Kamaludin|KATADATA

Rencana penerbitan obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) puluhan triliun rupiah di akhir tahun ini diyakini sejumlah ekonom tak membuat pengetatan likuiditas di pasar. Namun mereka tetap menyarankan agar pemerintah berkoordinasi dengan bank sentral guna mengantisipasi risikonya.

Ekonom dari Universitas Indonesia, Lana Soelistianingsih, meyakini obligasi masih bisa diserap pasar tanpa menggangu likuiditas secara umum. Sebab, likuiditas di pasar masih cukup banyak. Apalagi dengan adanya aturan Otoritas Jasa Keuangan yang mewajibkan 20 persen investasi institusi keuangan non-bank (IKNB) dalam bentuk obligasi negara.

“Sebagian (IKNB) belum penuhi ketentuan itu. Bisa potensi beli banyak,” kata Lana kepada Katadata, Jumat, 23 September 2016. (Baca juga: Defisit Bertambah, Pemerintah Siapkan Obligasi Rp 39 Triliun).

Selain itu, bank sentral juga sudah mengantisipasi rencana pemerintah dengan memangkas suku bunga acuan, BI 7-Day Repo Rate, sebesar 0,25 persen ke level lima persen. Langkah tersebut, belajar dari tahun lalu, diyakininya menambah uang beredar di pasar.

Sementara itu, meski mengakui likuiditas di pasar cukup, ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai otoritas moneter tetap harus berkoordinasi dengan pemerintah. Naiknya rilis obligasi negara tetap dikhawatirkan membuat perebutan dana masyarakat (crowding out effect). Koordinasi ini penting supaya salah satu indikator likuiditas perbankan, yakni rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) tetap terjaga sehingga crowding out effect dapat diminimalkan.

Concern saya adalah apabila pemerintah menambah penerbitan SUN (Surat Utang Negara), ada kecenderungan crowding out effect yang menyebabkan pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) melambat. Sehingga, pada akhirnya, kemampuan bank dalam menyalurkan kredit terbatas,” ucapnya.

Sejauh ini, Josua memantau likuditas di pasar uang cukup besar. Hal itu terlihat dari penempatan ekses likuiditas perbankan pada instrumen BI -seperti deposit facility, reverse repo, sertifikat deposito BI, atau sertifikat BI- mencapai Rp 339 triliun hingga awal pekan ini. Selain itu, penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) satu persen sejak awal tahun juga menambah likuiditas hingga Rp 37 triliun.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...