Darmin: Kemenangan Trump Bukan Bencana Ekonomi

Miftah Ardhian
9 November 2016, 23:00
Menko Perekonomian, Darmin Nasution
Arief Kamaludin|KATADATA
Menko Perekonomian, Darmin Nasution

Bursa saham dan pasar keuangan dunia bergejolak menyambut terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) yang baru. Pemerintah Indonesia juga mewaspadai dampak negatif dari hasil pemilihan presiden AS tersebut. Namun, pemerintah memperkirakan gejolak pasar yang terjadi dan dampaknya tidak akan berlangsung lama.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta jajaran pemerintahan, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus cermat mengikuti terus perkembangan situasi perekonomian pasca terpilihnya Trump sebagai Presiden AS. Dengan begitu, kondisi fundamental ekonomi Indonesia tetap baik.

Ia memperkirakan, hasil pilpres AS itu tidak akan berdampak besar terhadap ekonomi Indonesia dan pengaruhnya hanya bersifat sementara. "Bahwa ekonomi kita baik-baik saja, bukan bencana ekonomi, jangan dianggap sesuatu yang berlangsung dalam waktu panjang," ujar Darmin di Jakarta, Rabu (9/11).

Ia menambahkan, hasil pilpres AS itu memang cukup mengejutkan tapi tidak perlu terlalu dikhawatirkan, "Kita menganggap tidak ada yang betul-betul mengkhawatirkan, namun kita waspada."

Darmin mengakui, respons pasar terhadap hasil pilpres AS memang tidak terlalu positif. Namun, anjloknya bursa saham dunia malah akan berdampak pada suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve.

Dengan kondisi saat ini, dia memperkirakan, The Fed tidak akan gegabah menaikkan suku bunganya. Langkah itu baru akan diambil kalau kondisi ekonomi AS membaik.

Terkait dengan nasib perjanjian kerjasama perdagangan Trans Pacific Partnership, pemerintah akan menunggu keputusan pemerintahan AS yang baru. Saat ini, Pemerintah Indonesia juga masih mendalami dan mengkaji kerugian dan keuntungan masuk dalam perjanjian kerjasama tersebut.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, ada dampak tidak langsung hasil pilpres AS itu terhadap Indonesia. Seperti diketahui, Trump dalam kampanyenya akan menerapkan kebijakan perdagangan dan industri yang proteksionisme sehingga akan berdampak negatif bagi ekspor Cina.

Kondisi itu akan memicu efek berantai sehingga ekspor Indonesia ke Cina juga akan melemah. "Pemerintah AS berencana mengenakan bea impor 100 persen sehingga akan menghambat impor barang Cina yang selama ini membanjiri pasar AS," ujarnya kepada Katadata.

Indonesia juga akan mengalami dampak langsung, yaitu ekspor Indonesia ke AS berpotensi menurun. Padahal, kontribusi ekspor Indonesia ke AS tahun ini cukup tinggi, yakni 11 persen dari total ekspor Indonesia.

Sementara itu, investasi langsung dari AS ke Indonesia juga berpotensi menurun. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, penanaman modal asing (PMA) dari AS tahun ini sekitar US$ 400 juta atau hanya 2 persen dari total PMA. "Sehingga dampak dari kebijakan Trump yang cenderung proteksionisme berpotensi menekan PMA dari AS serta penurunan ekspor Indonesia ke AS," ujar Josua.

Di sisi lain, dia mengatakan, kebijakan Trump terkait deportasi imigran ilegal, pemutusan hubungan perdagangan dengan Cina dan pemangkasan rasio pajak yang berujung pada peningkatan utang pemerintah AS. Alhasil, peringkat surat utang AS akan turun, yang berpotensi berdampak negatif pada ekonomi global.

Dampak lanjutannya, mata uang negara-negara di Asia berpotensi melemah. Dalam jangka pendek, Josua memprediksi, rupiah bersama mata uang Asia lainnya juga berpotensi melemah.

Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...