Setelah Trump Menang, Pasar Bisa Bergejolak Hingga 2017
Pelaku bursa saham dan pasar keuangan dunia merespons negatif terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Beberapa ekonom memprediksi, gejolak di pasar keuangan bisa terus berlanjut hingga tahun depan.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengatakan, respons negatif pelaku pasar terhadap Trump lantaran arah kebijakan ekonomi yang diusung miliarder real estate itu cenderung proteksionis. Hal tersebut membuat pelaku pasar tak tenang. Tak ayal, investor mencari instrumen investasi yang lebih aman (safe haven).
Imbas hal itu terasa hingga ke Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan dan nilai tukar rupiah anjlok. Namun, harga emas melambung hingga lima persen.
Anton meramalkan, gejolak di pasar keuangan global akan terjadi hingga Januari 2017. “Sampai Januari 2017 karena sudah kelihatan arah kebijakan. (Selain itu) Januari bujet kan penting untuk mereka,” tutur Anton di Jakarta, Rabu (9/11). (Baca juga: Rupiah Merosot Imbas Trump, BI Siap Intervensi)
Gejolak tersebut, menurut dia, bisa berupa penguatan berlebihan di pasar keuangan atau sebaliknya. Ia menerangkan, bila arah kebijakan pemerintahan Trump berlawanan dengan konsensus maka pertumbuhan ekonomi AS akan melambat. Hal tersebut akan menguntungkan Indonesia, sebab bank sentral AS, The Federal Reserve, tidak akan berani menaikkan suku bunga dananya lebih cepat jika prospek ekonominya menurun.
Anton pun menduga, The Fed masih akan menahan suku bunga dananya hingga kebijakan Trump jelas. “Sampai saat itu fund dari luar negeri akan masuk ke negara seperti Indonesia,” ujar Anton. Selain itu, pelaku pasar juga akan memilih safe haven seperti emas ataupun treasury.
(Baca juga: Trump Pimpin Amerika, Jokowi: Hubungan Dagang Tetap Baik)
Sebagai informasi, pada Rabu malam, harga emas di bursa Comex tercatat naik 2,17 persen menjadi US$ 1.302,1 per ounce untuk kontrak Desember 2016. Mengacu pada data Bloomberg, harga emas sempat naik hingga 1.338,3 per ounce pada perdagangan Rabu ini.
Menurut Anton, jikapun Hillary Clinton yang memenangkan pilpres AS, pelaku pasar sebetulnya tetap akan menghadapi ketidakpastian khususnya terkait kebijakan anggaran. Taoi, kadar ketidakpastiannya dianggap lebih kecil.
Adapun risiko yang mungkin muncul dari kemenangan Trump yaitu data ekonomi AS berbalik menjadi buruk karena pasar merespons negatif. Hal ini akan membuat ketidakpastian global bertambah.
Sementara itu, Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, kemenangan Trump semestinya bisa diprediksi sejak awal. Sebab, mayoritas pemilih merupakan penduduk usia senja, yang lebih memilih Partai Republik. Dia pun sependapat bahwa hingga Januari 2017 ketidakpastian ini masih akan berlangsung, bahkan cenderung meningkat.
(Baca juga: Pasar Global Terpuruk Menyambut Kemenangan Trump)
Lana mencatat dampak positif dan negatif kemenangan Trump terhadap Indonesia. Positifnya, dana asing berpotensi mengalir ke Indonesia. Selain itu, harga emas juga akan meningkat sehingga bisa membantu Indonesia dari sisi ekspor.
Invasi militer yang sering dilakukan oleh Presiden AS dari Partai Republik ke beberapa negara, biasanya membuat harga minyak dunia naik. Dalam kondisi itu, harga komoditas andalan Indonesia juga akan meningkat sehingga bisa mendongkrak ekspor.
Namun, dia mengingatkan, kenaikan harga minyak juga akan menimbulkan inflasi yang didapat dari harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dalam jangka panjang, juga akan mendorong kenaikan harga pangan. “Ini perlu kehati-hatian, artinya antisipasi ke inflasi ini harus bagaimana?” ujar Lana.