Perpanjangan Kontrak Blok Migas Bisa Jadi Opsi Penurunan Harga Gas

Anggita Rezki Amelia
14 November 2016, 20:08
pipa gas Pertamina
Arief Kamaludin|KATADATA

Dewan Energi Nasional (DEN) merekomendasikan beberapa hal untuk mendukung upaya pemerintah menurunkan harga gas industri  mulai tahun depan.  Salah satu opsinya adalah memberikan perpanjangan kontrak bagi hasil di hulu migas untuk kontraktor.

Menurut Anggota DEN Andang Bachtiar, perpanjangan kontrak ini bisa menjadi insentif, terutama untuk blok gas yang sudah tua dan sudah balik modal. Masa kelola yang lebih panjang membuat lapangan migas lebih ekonomis. "Harganya bisa turun," kata dia saat konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (14/11).

(Baca: Berpacu Mengurai Ruwetnya Masalah Harga Gas)

Sebaliknya, kata Andang, jika pemerintah tidak memberikan perpanjangan kontrak dan memaksa harga gas turun, maka hal ini bisa menjadi disinsentif. Alasannya, kontraktor bisa rugi karena tingkat pengembalian investasi (IRR) proyek tersebut menjadi kecil.

Menurutnya pemerintah juga perlu mengatur batas IRR dan margin yang diperoleh oleh kontraktor. Agar investasi migas bisa menarik, dia mengusulkan pemerintah menetapkan IRR yang didapat untuk setiap blok migas, maksimal sebesar 12 persen dengan margin keuntungan 5 persen.

Selain memberikan insentif berupa perpanjangan kontrak, DEN merasa pemerintah perlu mengkaji biaya operasional di sektor hulu migas. Caranya dengan mengefisiensikan biaya operasi di tingkat jasa penunjang.  Pertimbangannya, dalam dua tahun terakhir, harga minyak dunia turun drastis dan hingga saat ini belum kembali ke harga sebelumnya.

(Baca: Pasar Melemah, Harga Minyak Anjlok Lagi di Bawah US$ 40)

Penurunan harga minyak ini seharusnya bisa membuat biaya untuk operasi jasa penunjang migas turun sekitar 8-11 persen. Dengan begitu, biaya produksi gas bumi juga bisa turun. "Dengan penurunan operation cost seperti ini, bisa diperhitungkan untuk dibicarakan sama KKKS, SKK Migas," kata dia. 

Agar bisa transparan, DEN juga merekomendasikan agar pemerintah membuka struktur biaya semua pelaku usaha industri gas bumi, sampai dengan industri pengguna. "Di industri teriak-teriak US$ 3 per mmbtu untuk disubsidi, tapi mereka sudah efisien atau belum," kata Andang. 

Insentif lain yang bisa diberikan adalah mengurangi bagi hasil gas bumi pemerintah dengan tetap memperhitungkan kewajiban kontraktual kontraktor. Kemudian memberikan subsidi kepada industri prioritas seperti pupuk, petrokimia, baja dan juga logam lainnya. Alasannya, kebutuhan gas dalam struktur biaya industri ini di atas 20 persen dari total biaya operasinya.

DEN juga melihat mata rantai distribusi gas harus dibenahi. Ada beberapa terkait hal ini, seperti menerapkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi dengan menghilangkan trader bertingkat.

(Baca: Trader Modal Kertas Bakal Tak Dapat Jatah Gas)

Kemudian, menyatukan usaha transportasi dan distribusi gas bumi dalam satu badan usaha dengan revisi UU Migas dan PP 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Ada juga revisi Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi melalui Pipa, dan peraturan BPH Migas Nomor 8 Tahun 2013 tentang biaya angkut atau tol fee (termasuk revisi PP 1 Tahun 2006 Tentang Besaran dan Penggunaan Iuran Badan Usaha Dalam Kegiatan Usaha Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa).

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...