Kejar Ketinggalan, Jokowi Bentuk Komite Keuangan Syariah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meneken aturan untuk membentuk komite khusus yang bertugas mengembangkan sektor keuangan syariah. Komite ini digadang-gadang bakal mengejar ketertinggalan Indonesia dalam pengembangan sektor tersebut.
Mengacu pada informasi di situs Sekretariat Kabinet, Jokowi meneken Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang komite nasional keuangan syariah (KNKS) pada 3 November lalu. Adapun manajemen komite akan dibentuk selambat-lambatnya enam bulan sejak perpres ditetapkan.
“Menurut perpres ini, KNKS merupakan lembaga non-struktural yang bertugas mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional,” demikian tertulis dalam situs Sekretariat Kabinet, Senin (21/11).
KNKS bakal dipimpin langsung oleh presiden dan wakil presiden. Selain itu, sejumlah menteri dan pimpinan institusi negara didapuk menjadi dewan pengarah komite. Mereka adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Agama, Menteri BUMN, Menteri Koperasi dan UKM, Ketua Dewan Komisaris Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Sesuai perpres, dewan pengarah memiliki tiga tugas. Pertama, membantu Ketua dan Wakil Ketua dalam merumuskan arah kebijakan dan program strategis nasional di bidang keuangan syariah. Kedua, memberi arahan kepada manajemen eksekutif. Ketiga, memantau dan mengevaluasi kinerja manajemen eksekutif.
Adapun manajemen eksekutif KNKS bakal diisi direktur eksekutif, sekretariat, dan unit kerja. Direktur eksekutif diangkat oleh ketua atas rekomendasi dewan pengarah untuk masa jabatan lima tahun dan dapat diangkat kembali setelahnya. Namun, ketua dalam hal ini presiden, dapat memberhentikan direktur eksekutif sebelum masa jabatannya berakhir dengan mempertimbangkan pencapaian kinerja dan rekomendasi dari dewan pengarah.
Lebih lanjut, perpres tersebut menetapkan, segala pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas KNKS dan kesekretariatan bakal dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sebenarnya penerbitan perpres ini sudah direncanakan lama, setidaknya sejak awal tahun ini. Dalam Rapat terbatas Januari lalu, Jokowi menugaskan Sekretaris Kabinet Pramono Anung untuk mempersiapkan perpres tersebut. Presiden mengatakan, perkembangan sektor jasa keuangan syariah masih sangat menjanjikan di tengah perlambatan ekonomi global dan nasional. Hal tersebut tecermin dari pertumbuhan perbankan syariah, peningkatan reksadana syariah, dan peningkatan industri jasa keuangan nonbank syariah.
“Tapi kita ingin terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan kontribusi perbankan syariah dalam percepatan pembangunan ekonomi nasional,” katanya saat rapat terbatas terkait keuangan syariah, (5/1). (Baca juga: Manfaatkan Dana Keagamaan, Jokowi Pimpin Komite Keuangan Syariah)
Saat menjabat Kepala Bappenas, Sofyan DJalil mengatakan kehadiran komite tersebut diharapkan bisa mendorong pengembangan keuangan syariah di Indonesia. Pengembangannya bisa dilakukan melalui pemanfaatan dana-dana keagamaan secara profesional dan lebih produktif. Selain itu, untuk keperluan advokasi, promosi, dan hubungan eksternal.
Pemerintah menyadari pengembangan keuangan syariah di Indonesia saat ini masih ketinggalan dibandingkan negara-negara lain. Padahal, potensinya cukup besar sebagai negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. “Kita jauh ketinggalan di belakang dibandingkan Malaysia,” ucap Sofyan.