Pemerintah Didesak Buat PP Pemanfaatan Langsung Panas Bumi
Asosiasi Daerah Penghasil Panas Bumi Indonesia (ADPPI) meminta pemerintah segera menerbitkan peraturan pemerintah untuk pemanfaatan langsung panas bumi. Sebab, kondisi saat ini menimbulkan ketidakpastian dan kerugian daerah dalam pemanfaatan langsung panas bumi.
Mengacu Undang-Undang (UU) Nomor 21 tahun 2014 tentang panas bumi, ada dua cara pemanfaatan sumber energi tersebut. Pemanfaatan secara langsung, seperti untuk sektor pariwisata, agrobisnis dan industri. Adapun, pemanfaatan tidak langsung untuk kepentingan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
(Baca: Pengusaha Desak Pemerintah Beri Insentif Energi Terbarukan)
Berbeda dengan pemanfaatan tidak langsung, pengaturan pemanfaatan langsung panas bumi lambat lantaran pedoman pelaksanaannya tidak ada. Padahal, hal ini sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 yang kemudian direvisi menjadi UU Nomor 21 tahun 2014.
Di sisi lain, saat ini ada beberapa usaha pemanfaatan langsung panas bumi. Contohnya di Ciwidey, Jawa Barat, dan Lejja Soppeng di Sulawesi. Pengusahaan Wisata Air Panas Bumi ini sebenarnya juga diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014.
Di aturan tersebut, khususnya Pasal 80, memang menyebutkan pada saat undang-undang ini mulai berlaku, pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung sebelum berlakunya undang-undang ini dianggap telah memiliki izin. Dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak berlakunya undang-undang ini wajib disesuaikan menjadi izin pemanfaatan langsung.
Ketua Umum ADDPI Hasanuddin mengatakan, penyesuaian perizinan menjadi Izin Pemanfaatan Langsung akan terkendala. Penyebabnya, hingga kini pedoman mengenai prosedur dan tata cara perizinannya belum ada.
“Pedoman pelaksana sebagaimana UU No. 21 Tahun 2014 yang akan diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) belum diterbitkan,” kata dia berdasarkan keterangan tertulisnya, Kamis (15/12). (Baca: Pertamina Kalah, Investor Turki Gaet Blok Panas Bumi di Sumatera Barat)
Karena itu, ADPPI meminta pemerintah pusat segera menyusun peraturan pemerintah (PP) mengenai pemanfaatan langsung panas bumi. Dalam penyusunannya, pemerintah perlu mengikutsertakan pemerintah provinsi, kabupaten/kota, perguruan tinggi dan ahli, pelaku usaha, dan instansi terkait (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), khususnya dalam pemanfaatan langsung air panas bumi untuk kepentingan wisata.
Di sisi lain, pemerintah jangan sampai memiliki perspektif kepentingan pengusahaan tidak langsung dalam penyusunan PP pemanfaatan langsung panas bumi. Jika tidak, dapat menimbulkan persoalan di daerah, khususnya di lokasi pemanfaatan.
Pemerintah juga diminta segera mensosialisasikan kepada para pihak terkait dengan pemanfaatan langsung, khususnya di daerah, dan pihak terkait dalam penyelenggaraan perizinan pemanfaatan langsung. Tujuannya untuk kepastian usaha.
(Baca: Lelang Hak Kelola Panas Bumi Chevron Berpotensi Rugikan Negara)
Menurut Hasanuddin, keterlambatan dalam penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Pemanfaatan Langsung akan berakibat ketidakpastian usaha, dan kerugian daerah. “Khususnya dalam pengelolaan pendapatan dari sektor wisata air panas,” kata dia.