Ditjen Pajak Usut Menguapnya Komitmen Repatriasi Rp 29 Triliun
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah mengkaji penyebab tidak terealisasinya seluruh komitmen dana repatriasi program pengampunan pajak (tax amnesty). Sebab, total dana repatriasi yang masuk ke Tanah Air hingga akhir tahun lalu mencapai Rp 112,2 triliun dari total nilai komitmen Rp 141 triliun. Artinya, nilai komitmen repatriasi yang menguap sekitar Rp 29 triliun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya mengecek ke bank yang menjadi gateway alias pintu gerbang masuk dana repatriasi tersebut. “Atas data ini kami akan kembali meminta klarifikasi ke masing-masing bank gateway untuk memastikan kebenarannya,” katanya dalam penjelasan tertulis, Selasa (10/1).
Selain mengecek kembali laporan dari bank gateway, DJP akan meneliti laporan realisasi repatriasi yang disampaikan wajib pajak ke kantor pelayanan pajak (KPP). Sekadar informasi, wajib pajak harus menyampaikan laporan realisasi repatriasi untuk periode I dan II paling lambat pada 31 Januari 2017.
(Baca juga: Ikut Tax Amnesty, Cuma 1 Persen WNI di Singapura Pulangkan Harta)
Menurut Yoga, selisih Rp 29 triliun yang ditemukan DJP bisa disebabkan oleh dua hal. Pertama, perbedaan perlakuan atas dana yang masuk ke Indonesia antara 1 Januari–30 Juni 2016. Sebab, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 150/2016, dana yang masuk pada periode tersebut bisa diperlakukan sebagai repatriasi ataupun deklarasi dalam negeri.
“Itu sesuai pilihan wajib pajak mau repatriasi atau deklarasi dalam negeri,” kata Yoga. Karena itu, dana yang masuk pada periode tersebut tidak wajib dimasukkan dalam rekening khusus pada bank gateway.
Kedua, wajib pajak membatalkan komitmen repatriasi karena kesulitan membawa masuk dananya ke dalam negeri. Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo pernah mengatakan, pembatalan repatriasi memang mudah dilakukan. Peserta tax amnesty hanya perlu menyesuaikan tarif tebusannya dari semula menggunakan tarif tebusan repatriasi menjadi deklarasi luar negeri yang tarifnya lebih mahal.
(Baca juga: Peserta Amnesti Tembus Setengah Juta, Duit Tebusan Tetap Meleset)
Berbeda pandangan dengan Yoga, Prastowo menyebut ada beberapa penyebab wajib pajak enggan merepatriasi harta dari luar negeri. Pertama, volatilitas nilai tukar rupiah. Kedua, adanya pembatasan transaksi dengan valuta asing (valas). Ketiga, situasi politik yang menegang akhir-akhir ini.
Ke depan, Prastowo menilai, pemerintah perlu berdiskusi dengan wajib pajak pemilik harta luar negeri untuk meningkatkan minat repatriasi. “Buat kebijakan yang friendly untuk mereka. Ditanya mereka butuhnya apa?” kata Prastowo.